“Sebenarnya itu juga yang jadi
pertanyaannya sekarang, Vi. Kok bisa si Niar doang yang keracunan, sedangkan kita
dan pengunjung hotel lainnya enggak ada masalah sama makanan semalem.” Kata
perempuan disebelah kananku.
“Kita??” tanyaku heran
“Ya iya kita… Kemaren kan kita
juga ada disana bareng sama Niar. Masa’ lu lupa juga?! Wah Kayaknya lu perlu ke
dokter deh, Vi… Periksa memori otak lu…” jawabnya lagi.
“Feeling gua, kayaknya ada
orang yang sengaja pengen nyelaka'in Niar deh.” Kata perempuan dibelakangku.
“Oh gitu…” komentarku dengan singkat
“Komen lu ngeselin, Vi… Udah ah
masuk, jangan kebanyakan ngobrol. Pamali ngobrol didepan pintu orang yang lagi
sakit.” Kata lelaki disebelah kiriku
Aku berjalan perlahan mengikuti
mereka bertiga dari belakang. Meskipun sudah dijelaskan, aku tetap merasa bingung
dan penasaran tentang keracunan makanan yang dialami oleh Niar. Lagipula siapa itu Niar ??
Saat telah memasuki ruangan, aku pun melihat ada dua orang paruh baya yang
tengah duduk tepat disamping tempat tidur pasien, sepertinya mereka adalah orangtua Niar. Selain itu terlihat pula seorang perempuan muda sedang terbaring
lemah diatas tempat tidurnya. Firasat kuatku mengatakan bahwa ialah sosok bernama
Niar yang diceritakan tadi.
“Selamat siang, Om, Tante. Kami
berempat temen-temen sekolahnya Niar. Maaf sebelumnya kalo kedatangan kami
mengganggu Om sama Tante.” Salam lelaki muda yang tadi berdiri disebelah kiriku
sebelum masuk keruangan.
“Oh kalian teman-teman
sekolahnya Niar ya? Enggak ganggu kok, malah Om sama Tante seneng ada yang
jengukin Niar.” Kata seorang perempuan paruh baya yang kuduga adalah ibunya
Niar. Aku perhatikan kedua matanya sembap dan merah.
“Oh iya tante, ini ada sedikit
buah dan makanan buat Niar,” kata lelaki itu lagi.
“Oh makasih ya nak, mestinya
jangan repot-repot sampe bawa buah dan makanan seperti ini.” Kata pria paruh
baya itu.
“Gak apa-apa kok, Om. Kita sama
sekali gak ngerasa repot…” jawab perempuan yang tadi berdiri dibelakangku
sebelum masuk keruangan.
“Sekali lagi terima kasih. Oh
iya kalo om boleh tahu, nama-nama adik ini siapa ya? Kami juga ingin kenal dengan
teman-temannya Niar.” Tanya lelaki paruh baya itu yang dapat kupastikan ia
adalah suami dari wanita paruh baya yang kini duduk dibangku sampan tempat
tidur Niar.
“Oh iya, perkenalkan nama saya
Satria.”
“Saya Nikita.
“Saya Ivo.”
“Saya Vian.” Dalam hati aku
merasa senang karena akhirnya aku tahu nama ketiga orang ini tanpa harus
bertanya, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan seperti tadi.
“kami berdua ini adalah orangtua Niar.”
Kata ibu itu sambil tersenyum ramah.
"kalau boleh tahu gimana perkembangannya Niar, Om?" tanya Ivo
"Yah, seperti yang kalian lihat saat ini. Belum ada kemajuan yang berarti. Niar masih koma dan belum ada tanda-tanda dia akan sadar." jelas Ayah Niar
"Kami semua mendo'akan Niar supaya bisa cepat sadar dan sehat lagi, Om." kata Nikita
“Terima kasih. Sebelumnya Om minta
maaf sama Satria, Nikita, Vian, dan Tari. Om mau minta tolong sama kalian,
boleh?”
“Boleh kok, om. Ada apa?” Tanya
Satria
“Bisa kalian jaga Niar
sebentar? Om sama tante mau pulang kerumah, jaraknya gak jauh kok dari sini.
Kami berdua mau sekedar bersih-bersih dan membawa baju ganti untuk Niar, nanti
om dan tante akan kesini lagi. Gak akan lama…”
-bersambung-