Minggu, 17 November 2013

MEMORI SATU MALAM_PART 2

“Sebenarnya itu juga yang jadi pertanyaannya sekarang, Vi. Kok bisa si Niar doang yang keracunan, sedangkan kita dan pengunjung hotel lainnya enggak ada masalah sama makanan semalem.” Kata perempuan disebelah kananku.

“Kita??” tanyaku heran

“Ya iya kita… Kemaren kan kita juga ada disana bareng sama Niar. Masa’ lu lupa juga?! Wah Kayaknya lu perlu ke dokter deh, Vi… Periksa memori otak lu…” jawabnya lagi.

“Feeling gua, kayaknya ada orang yang sengaja pengen nyelaka'in Niar deh.” Kata perempuan dibelakangku.

“Oh gitu…” komentarku dengan singkat

“Komen lu ngeselin, Vi… Udah ah masuk, jangan kebanyakan ngobrol. Pamali ngobrol didepan pintu orang yang lagi sakit.” Kata lelaki disebelah kiriku

Aku berjalan perlahan mengikuti mereka bertiga dari belakang. Meskipun sudah dijelaskan, aku tetap merasa bingung dan penasaran tentang keracunan makanan yang dialami oleh Niar. Lagipula siapa itu Niar ??
Saat telah memasuki ruangan,  aku pun melihat ada dua orang paruh baya yang tengah duduk tepat disamping tempat tidur pasien, sepertinya mereka adalah orangtua Niar. Selain itu terlihat pula seorang perempuan muda sedang terbaring lemah diatas tempat tidurnya. Firasat kuatku mengatakan bahwa ialah sosok bernama Niar yang diceritakan tadi.

“Selamat siang, Om, Tante. Kami berempat temen-temen sekolahnya Niar. Maaf sebelumnya kalo kedatangan kami mengganggu Om sama Tante.” Salam lelaki muda yang tadi berdiri disebelah kiriku sebelum masuk keruangan.

“Oh kalian teman-teman sekolahnya Niar ya? Enggak ganggu kok, malah Om sama Tante seneng ada yang jengukin Niar.” Kata seorang perempuan paruh baya yang kuduga adalah ibunya Niar. Aku perhatikan kedua matanya sembap dan merah.

“Oh iya tante, ini ada sedikit buah dan makanan buat Niar,” kata lelaki itu lagi.

“Oh makasih ya nak, mestinya jangan repot-repot sampe bawa buah dan makanan seperti ini.” Kata pria paruh baya itu.

“Gak apa-apa kok, Om. Kita sama sekali gak ngerasa repot…” jawab perempuan yang tadi berdiri dibelakangku sebelum masuk keruangan.

“Sekali lagi terima kasih. Oh iya kalo om boleh tahu, nama-nama adik ini siapa ya? Kami juga ingin kenal dengan teman-temannya Niar.” Tanya lelaki paruh baya itu yang dapat kupastikan ia adalah suami dari wanita paruh baya yang kini duduk dibangku sampan tempat tidur Niar.

“Oh iya, perkenalkan nama saya Satria.”
“Saya Nikita.
“Saya Ivo.”
“Saya Vian.” Dalam hati aku merasa senang karena akhirnya aku tahu nama ketiga orang ini tanpa harus bertanya, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan seperti tadi.

“kami berdua ini adalah orangtua Niar.” Kata ibu itu sambil tersenyum ramah.

"kalau boleh tahu gimana perkembangannya Niar, Om?" tanya Ivo

"Yah, seperti yang kalian lihat saat ini. Belum ada kemajuan yang berarti. Niar masih koma dan belum ada tanda-tanda dia akan sadar." jelas Ayah Niar

"Kami semua mendo'akan Niar supaya bisa cepat sadar dan sehat lagi, Om." kata Nikita

“Terima kasih. Sebelumnya Om minta maaf sama Satria, Nikita, Vian, dan Tari. Om mau minta tolong sama kalian, boleh?”

“Boleh kok, om. Ada apa?” Tanya Satria


“Bisa kalian jaga Niar sebentar? Om sama tante mau pulang kerumah, jaraknya gak jauh kok dari sini. Kami berdua mau sekedar bersih-bersih dan membawa baju ganti untuk Niar, nanti om dan tante akan kesini lagi. Gak akan lama…”

-bersambung-

Sabtu, 09 November 2013

MEMORI SATU MALAM

PART 1

Lagi-lagi kudapati diriku sedang berdiri diam didepan sebuah pintu berwarna putih. Ditemani dengan beberapa orang yang sama sekali tidak ku kenal,

Dilihat dari bentuk pintu dihadapanku ini, dapat ku tebak bahwa saat ini aku sedang berada di rumah sakit. Samping kanan kiriku, terdapat banyak orang yang tengah duduk di sebuah bangku panjang layaknya orang-orang yang ingin menjenguk pasien.

Aku menatap ke tiga orang yang sedari tadi juga terdiam sambil membawa bungkusan-bungkusan plastik putih berukuran besar, sepertinya plastik itu berisi buah-buahan dan makanan ringan.
Aku bertanya-tanya tentang siapa mereka dan alasan ku berada disini.

“Gimana? Kita masuk gak?” Tanya seorang perempuan yang berdiri tepat disebelah kananku
“Ya masuklah, masa’ kita udah sampe sini gak masuk.” Sahut seorang lelaki yang berdiri disisi kiriku.
“Jadi. deg-degan deh gue, kira-kira keadaan dia gimana ya?”
“Kita gak akan pernah tahu, kalo kita gak masuk.” Terdengar jawaban ketus dari seorang perempuan yang berdiri tepat dibelakangku. Semuanya terlihat seumuran denganku.

“Vian, lu kenapa sih?! Daritadi gue perhati’in diem aja. Lu gak sakit kan?” tanyanya lagi

Aku yang sejak tadi hanya diam dan memperhatikan ketiga orang ini berdebat, merasa terkejut ketika mendengar perempuan ini menyebut namaku dengan tepat.

“Emangnya kita kesini mau ngapain ya?” tanyaku

Mendengar jawabanku, ketiga orang itu terdiam dan menatapku dengan penuh heran. Aku tahu apa yang kini sedang mereka pikirkan dan yakin sebentar lagi mereka pasti akan kembali bertanya padaku.

“Vi, lu lagi bercanda ya? Kalo iya, jujur ya canda’an lu tuh gak lucu banget. Keadaan lagi gawat gini dan lu masih bisa bercanda?!” kata perempuan yang berdiri disisi kananku. Ekspresinya jelas menunjukkan ketidaksukaan terhadap pertanyaanku barusan.
“Tahu nih. Garing banget sih lu !” Sahut perempuan dibelakangku.
“Gua gak bercanda, gua serius. Gua bener-bener lupa tujuan kita kesini tuh buat apa…” Kataku berusaha meyakinkan ketiga orang yang masih terheran-heran ini.
“Hah? Lupa?” Kata lelaki disebelah kiriku
“Iya. Gue minta maaf banget. Ada banyak hal yang lagi gua pikirin saat ini….” Kataku lagi
“Hufh ! Gini lho Vian, kita dateng kerumah sakit ini buat jenguk Niar. Dia lagi dirawat gara-gara jadi korban keracunan makanan di hotel kemaren.” Akhirnya perempuan yang berdiri dibelakangku menjawab pertanyaanku.
“Keracunan? Kok bisa?” tanyaku lagi
“Masa’ lu lupa juga sih soal kejadian dihotel kemaren?!”
Aku menggelengkan kepalaku dengan perlahan sebagai jawaban.
“Wah, parah banget sih lu… Masa ’masih muda udah pikun. Kalah bokap gua sama elu !” Komentar lelaki disebelah kiriku.

Aku tetap terdiam menunggu penjelasan selanjutnya.

-Bersambung-
                                                                                                  Mutiara Oktaviani

Jumat, 01 November 2013

SORRY... (Part 1)

SORRY…
 Bingung . . .

Itulah hal pertama yang aku rasakan ketika mendapati diriku sedang berdiri disuatu ruangan yang sama sekali belum aku kunjungi sebelumnya.

Aku menatap sekitar, berharap menemukan sesuatu yang hidup dan dapat diajak bicara mengenai tempat ini.

Kosong . . .

Tak ada makhluk hidup seperti diriku kecuali benda-benda mati seperti sofa, lemari berisikan gelas mewah dan perabotan mewah lainnya. Namun yang aneh ditempat yang ku anggap cukup mewah ini, sama sekali tak ada fasilitas penerangan seperti lampu layaknya rumah-rumah pada umumnya.

Aku mampu melihat apa yang ada sekitarku karena bantuan dari sinar putih yang masuk dari sebuah jendela yang berada di sisi kananku. Entah bagaimana, cahaya putih yang berasal dari luar ini mampu menyinari rumah yang sebesar ini.  Kulangkahkan kedua kakiku kearah jendela—yang membuatku akhirnya tahu bahwa sinar putih yang membantu penerangan dirumah ini berasal dari bulan berwarna putih yang menggantung dilangit biru tosca.

Aku berbalik dari jendela, kembali ketempat awal ku berdiri. Dengan seksama aku memandangi segala sesuatu yang ada didepanku.

WUUUZZZZZZ . . .

Terasa semilir angin menyentuh kulit-kulit ditubuhku. Tapi ada yang aneh dengan angin ini. Aku dapat merasakan bahwa angin ini bukanlah angin biasa melainkan ada sesuatu yang ikut terbawa olehnya. Sesuatu yang menurutku tidak baik.

Perlahan aku mulai melangkah kedepan. Aku menajamkan tatapanku untuk memandang segala sesuatu yang ada disekitarku dalam rumah ini. Sengaja aku berusaha mengurangi intensitas suara yang dapat dihasilkan dari sepatu atau hembusan nafasku agar dapat mendengar suara sekecil apapun yang mungkin akan muncul.

Tiba-tiba datang sebuah tekanan firasat yang sangat kuat dalam hatiku yang memberitahu bahwa aku mengenali rumah mewah ini. Aku kembali terdiam, kembali menatap sekitarku. Tapi tetap tak ada apapun yang mampu membantuku mengenali tempat ini.

Aku lanjutkan langkahku keruangan selanjutnya. Disana dapat terdapat sebuah sofa lagi namun kali ini ada seseorang yang tengah tertidur diatasnya. Aku benar-benar merasa bersyukur karena akhirnya menemukan sesuatu yang hidup.


Saat aku akan berjalan kearah sofa itu, kembali hati kecilku memberitahu untuk tidak melanjutkan langkah ke sosok yang tengah tertidur itu. 

#To be continued

SORRY... (Part 2)

Saat aku akan berjalan kearah sofa itu, kembali hati kecilku memberitahu untuk tidak melanjutlan langkah ke sosok yang tengah tertidur itu.

Lagi-lagi aku merasakan hal yang aneh. Bulu kudukku berdiri, dan aku tak berani menatap kebelakang ataupun kedepan. Aku tahu ada sosok tak terlihat yang kini tengah mengawasiku entah di mana tepatnya.

Aku hanya berani menatap kebawah dan aku tahu diruangan ini terdapat banyak kamar. Namun sayangnya tak ada satupun dari kamar-kamar ini yang pintunya terbuka. Sedangkan dihadapanku terdapat anak tangga menuju lantai dua. Lantai tersebut berbeda dengan lantai dasar yang aku injak ini. Disana terdapat penerangan yang sangat jelas. Nampaknya diatas sana adalah satu-satunya tempat yang dipasangi lampu. Namun ku urungkan niat untuk menaikinya dan memilih berjalan menuju salah satu kamar yang terletak disisi kanan tempatku berdiri. Aku menekan gagang pintunya dan . . . terbuka, aku pun segera masuk dan menutupnya kembali.

Dengan penerangan yang tak terlalu jelas, kedua mataku menangkap adanya lima wanita tengah berkumpul diatas tempat tidur--tujuh langkah dari tempatku terdiam.

Mereka menatapku dengan ekspresi terkejut luar biasa. Namun ekspresi itu dengan cepat berubah menjadi ekpresi penuh ketakutan luar biasa yang tergambar jelas dari wajah mereka.

Kira-kira dua puluh detik aku dan kelima wanita itu saling menatap tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Hingga tiba-tiba wanita-wanita tersebut turun dari tempat tidurnya dan berlari kearahku. Mereka dengan ribut seperti mengatakan sesuatu tapi aku tak mampu mendengar apapun yang mereka katakan.

Kemudian mereka membuka pintu kamar, tak mau ditinggal sendiri aku pun mengikuti mereka dari belakang. Dengan terburu-buru mereka melangkah seperti ingin meninggalkanku. Aku tahu tujuan mereka oleh karena itu aku pun juga menyesuaikan langkahku agar tak tertinggal.

Tapi . . .


Karena kondisi penerangan yang sangat buruk membuatku sulit untuk mengikuti kelima wanita yang sedang berusaha menghindariku ini. Dan . . . akhirnya aku terpisah. Aku tak lagi dapat melihat kemana kelima wanita itu pergi.

#To be continued

SORRY... (Part 4)

Lima sosok itu mengenakan pakaian putih yang menutupi ujung kepala hingga kaki. Pakaian itu bermotif merah yang lebih mirip dengan bercak-bercak darah. Aku menajamkan penglihatanku dan terlihatlah adanya dua ujung ikatan simpul yang tersambung dengan pakaian mereka. Satu diatas kepala dan yang lainnya ada diujung kaki. Saat itu juga aku tahu bahwa sosok-sosok itu adalah CANDY GHOST atau di Indonesia disebut juga dengan pocong. Mereka melompat-lompat menuju arah kelima wanita tadi berlari dan akhirnya hilang dari pandanganku.

Aku benar-benar shock melihat apa yang ada didepanku. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika aku ikut masuk kedalam ruangan itu. Aku benar-benar yakin insting yang telah menyuruhku untuk tetap menunggu adalah perintah sekaligus bantuan dari Tuhan. Thanks GOD !

Dengan cepat aku berbalik ke ruangan semula dan menatap anak tangga dihadapanku. Aku berpikir sebentar untuk mempertimbangkan apakah aku harus naik atau sembunyi di kamar-kamar yang terdapat di lantai dasar ini.

“jangan naik . . . berbahaya . . . jangan naik . . .” aku kembali mendengar suara hatiku. Namun kali ini aku tak mendengarkannya dan nekat menaiki anak tangga menuju lantai dua, satu-satunya lantai yang diterangi dengan lampu.

Sesampainya diteras lantai dua, pandanganku segera beralih ke sisi sebelah kanan. Terlihatlah lorong yang sangat panjang dengan kamar-kamar disisi kanan dan kirinya. Namun sayang, dalam lorong itu kembali tak dipasangi lampu kecuali diujung lorong sana. 

Aku melangkah maju, hingga tiba-tiba aku mendengar derap-derap langkah dari bawah tangga.

Aku bersiap-siap mengambil langkah seribu jika yang aku lihat adalah kelima pocong tadi.

Sosok itu makin terlihat . . . terlihat . . . dan . . .

“stop stop stop jangan diteruskan !” ucap sosok itu.

Aku mulai dapat melihat wajahnya, dia seorang wanita. Kini dia sudah berdiri dihadapanku dengan nafas yang terengah-engah.

“stop jangan diteruskan, chie. . .”
“kau tau namaku???” tanyaku penasaran.

Siapa wanita ini dan kenapa dia bisa tahu namaku? Aku tidak merasa telah mengenalnya. Siapa dia…


“yaaa, aku tahu namamu… dan aku minta kamu hentikan langkahmu.”

#To be continued

SORRY... (Part 3)

Aku kembali diam, melihat baik-baik kesetiap sudut ruangan untuk menemukan kelima wanita itu.

Gelap . . .

Gelap . . .

Gelap . . .

dan

Akhirnya, aku dapat melihat mereka !
Mereka berlari dan menghilang disuatu sudut ruangan didepanku. Buru-buru aku berlari kearah tersebut, sesampainya dibelokan sudut ruangan aku mengintip dan melihat kelima wanita itu masuk kesebuah ruangan. Aku tak tahu ruangan apa yang telah mereka masuki dan aku tak berniat menyusul karena instingku menyuruhku untuk tetap menunggu.  

5 detik . . .

10 detik . . .

15 detik . . .

20 detik . . .

“KYAAAAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRRGGGGGGGGGHHHHHHHHHHHHH !!!”

Terdengar teriakan riuh dari dalam ruangan tempat kelima wanita itu berada.
Aku terkejut dan hanya bisa diam terpaku. Aku sama sekali tak berani mendekati ruangan itu.

“BRAAAAKKK ! ! !”

Aku lihat pintu itu dibuka secara paksa. Kelima wanita itu masih berteriak histeris dan berlari berhamburan kearah yang lain. Aku hanya bisa diam melihat dari sudut ruangan yang tak dilihat oleh mereka. Hatiku bertanya-tanya tentang apa yang telah terjadi didalam sana.


Ditengah pertanyaanku, aku melihat ada lima sosok lagi yang keluar dari ruangan itu. Aku merapatkan tubuhku dengan sudut dinding agar tak terlihat namun aku masih mampu melihat mereka.

#To be continued

SORRY. . . (Part 5)

“kenapa tidak boleh?”
“ini daerah terlarang, jika pemilik tahu kau menginjakkan kaki disini, kau pasti akan kena hukuman yang berat.”

Apa? Daerah terlarang? Pemilik? Kena hukuman berat jika datang kesini? Apa maksudnya?

Aku tambah bingung dengan keadaan yang tengah ku alami ditambah dengan adanya kemunculan wanita dihadapanku ini. Dan nampaknya wanita yang sedang berdiri dihadapanku menangkap ekspresi kebingunganku.

“kita harus kembali kebawah, sebelum sang pemilik tahu kalau kita menginjakkan kaki didaerahnya.”
“apa? Kembali kebawah? Maaf, aku tidak mau. Disana terlalu banyak hal aneh.”

Wanita itu terdiam bingung dengan penolakanku.

“aku baru saja bertemu dengan pocong, dan tidak hanya satu melainkan lima ! dan sekarang kau memintaku untuk turun?? Tidak, terima kasih. Aku tidak mau.”

“tapi, keadaan akan jauh lebih buruk jika kau memasuki area ini…”
“aku tak peduli… kalau begitu kenapa tidak kau saja yang kembali ketempat gelap disana, untuk apa kau masih disini?!” aku melangkah maju—masuk kedalam lorong panjang disisi kananku.

“tunggu, aku tak bisa membiarkanmu masuk…!”
“terserah, kau mau bilang apapun untuk melarangku aku akan tetap disini. Aku tak mau kelantai sarang setan itu.”

Aku terus melangkah kedepan tak menghiraukan perkataan-perkataan dari wanita yang masih saja mengikutiku dibelakang.

Hingga aku berhenti di suatu pintu kamar berwarna cokelat. Namun tampaknya pintu ini dikunci dari dalam karena pintu kamar terlihat tertutup dengan sangat rapat.

“ruangan ini adalah ruangan sang pemilik rumah mewah ini. Hei aku pikir kita harus tetap pergi dari sini… jika tiba-tiba sang pemilik keluar lalu melihat kita, pasti dia akan sangat marah.” Wanita itu berbisik memberitahuku.

“aku tidak peduli apa yang akan terjadi jika dia melihatku…kalau kau ingin turun, turunlah sendiri.” Jawabku


Aku berbalik dari kamar yang katanya adalah tempat tinggal sang pemilik ke kamar disisi yang lain. Aku memegang gagang pintunya lalu menekannya dan . . .

#To be continued

SORRY... (Part 6)

Aku berbalik menuju kamar disisi yang lain. Kupegang gagang pintunya lalu menekannya dan . . .

“KLEK . . .”

Terbuka !

Aku memasuki kamar dan disuguhi pemandangan berwarna oranye dari dinding, tempat tidur, lemari-lemari pakaian hingga meja dan bangkunya. Tapi kondisi kamar ini benar-benar berantakan, terdapat banyak sepatu, pakaian, dan buku-buku serta majalah yang berserakan dimana-mana dalam ruangan. Aku mengambil pakaian itu dan aku pun tahu bahwa pemilik kamar ini adalah seorang wanita.

Disaat aku masih mencari-cari petunjuk dikamar ini, tiba-tiba wanita yang sedari tadi mengikuti dan menyuruhku turun— ikut masuk kedalam kamar. Dengan terengah-engah ia menutup lalu mengunci pintunya. Tak puas dengan hanya menguncinya, wanita itu berusaha menarik meja untuk mengganjalnya.

“ada apa?” aku menghampirinya.
“saat aku ingin turun, diujung anak tangga aku melihat ada wanita sedang berdiri disana. Semula aku pikir dia adalah temanku, tapi setelah aku perhatikan ternyata bukan. Ia menatapku dengan mata merah darahnya. Ekspresinya terlihat sangat marah...”

Mendengar hal itu aku pun ikut panik.
“kalau begitu jangan gunakan meja ini, pertama-tama kita tarik lemari itu dulu baru setelah itu mengganjalnya kembali dengan meja ini”
“benar !”
Bersama-sama kami menarik lemari yang berada disisi kiri pintu, mendorongnya sekuat tenaga hingga mengganjalnya kembali dengan meja belajar.

Selesai mengganjal pintu aku dan wanita itu menduduki kasur dengan sprei berwarna oranye-nya itu. Aku berdo’a dengan membaca beberapa surat pendek Alqur’an yang aku hafal.

Wanita itu kebingungan melihatku menggumamkan bahasa yang tidak ia mengerti, namun aku tak menghiraukannya dan tetap membaca surat Al-Qur’an.

“hei, apa kau tahu tentang pemilik kamar yang kita masuki ini?” tanyaku masih sambil membaca do’a dalam hati.
“aku tidak tahu… aku baru kali ini naik kesini.”
“…jangan-jangan pemilik kamar ini adalah wanita yang kau lihat diujung tangga tadi…”

“entahlah…”

#To be continued

SORRY . . . (Part 7)

“entahlah…”

Aku terdiam memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini. Meskipun tak ada tanda-tanda akan ada yang masuk kekamar tapi tetap saja ada perasaan tak nyaman dalam diriku.

“apa yang akan terjadi pada dirimu, jika kau ku tinggal sendiri disini?”
“maksudmu kau akan meninggalkanku?”
“aku tidak tahu, aku hanya bertanya…”

Wanita itu terdiam, mungkin memikirkan apa yang akan ia lakukan jika hanya sendiri didalam sini.

Aku kembali membaca ayat-ayat suci Al-qur’an… lalu tiba-tiba
Sekelilingku menjadi gelap gulita. Aku tak bisa melihat apapun.

Aku berusaha tenang dalam kepanikan. Mencoba berpkir apa yang harus kulakukan.

Lima detik kemudian, perlahan namun pasti aku membuka kedua mataku dan melihat sinar lampu diatasku. Ku tatap sekitarku, dan mendapati diriku tengah dalam posisi berbaring diatas tempat tidur yang mirip dengang tempat tidurku. 

Dan setelah ku telisik seluruh ruangan, aku pun tahu bahwa sudah berada dalam kamar.

Aku berdiri lalu membuka pintu dan melihat indahnya suasana pagi.

“syukurlah, ternyata hanya mimpi…”

Tapi terlintas dalam pikiranku mengenai keadaan wanita yang ikut bersamaku didalam mimpi tadi.

Bagaimana keadaannya sekarang? Apakah dia bisa bertahan? Apakah dia bisa kembali turun kelantai dasar? Ataukah terjebak dalam kamar itu?

Entahlah. . .

Yang pasti aku berharap tidak lagi datang ketempat itu.

Namun meskipun hanya sebuah mimpi, aku masih berharap wanita itu akan baik-baik saja.

#The end




Minggu, 27 Oktober 2013

MY CREEPY GAJE DREAM PART 1

“Huufhh akhirnya selesai juga jam ngajar gue.” Ucapku dalam hati sembari membereskan kertas-kertas yang aku gunakan untuk mengajar dikelas tadi kedalam tas.

Aku beranjak berdiri dari posisi dudukku untuk mengambil lembar absen. Kulihat Dian, sesama tutor sekaligus sahabatku, melakukan hal yang sama sepertiku. 

Tersirat ekspresi lelah dari wajahnya. Yah, aku pun juga merasa lelah mungkin karena kami harus mengejar waktu antara jam kuliah dengan jam mengajar. 
Dian sudah menjadi tutor Bahasa Inggris selama 4 bulan sedangkan aku baru memasuki 1 setengah bulan. Aku pun mengambil pekerjaan mengajar ini juga karena informasi dari Dian. Semula aku merasa mengajar bukanlah bidangku, tapi hatiku mengatakan tak ada salahnya mengambil kesempatan dihadapanmu, yaa hitung-hitung dapat pengalaman pertama kerja sekaligus tambah uang jajan :D

Terlepas dari ingatanku tentang awal mulaku masuk instansi ini, Dian menatapku tanda isyarat untuk segera pulang. Setelah berpamitan dengan manager, pengajar senior dan para staff lainnya, kami berdua keluar dari instansi.

Baru 5 langkah kami keluar dari pintu, aku dan Dian menatap keadaan sekeliling kami yang sangat berbeda dari biasanya. Sudah menjadi pemandangan umum saat kami keluar dari pintu instansi, kami akan langsung disuguhkan jalan raya besar dengan jalur dua arah dan sebuah mall besar ditepi jalan seberang. Tapi kini semuanya telah lenyap, dihadapan kami tak terlihat barisan mobil dan angkutan umum yang biasanya membunyikan klaksonnya dikala jalan raya sedang macet, tak ada music besar yang terdengar dari mall besar yang biasa kami kunjungi sebelum ataupun sesudah mengajar.

Yang kami lihat saat ini hanyalah tanah luas dengan rumput-rumputnya yang hijau dan jalan setapak dihadapan kami. Aku menatap Dian, dan dia pun terlihat sama bingungnya denganku dengan pemandangan ini.

Aku menoleh kebelakang, berharap bisa kembali masuk ke instansi dan menanyakan  pemandangan  yang tak biasa ini. Tapi…

Yang mengejutkan adalah tak ada apapun dibelakang kami. 

Kosong… hanya ada pemandangan yang sama seperti didepan kami.
“kantor nya kemana, Di??”

Mendengar pertanyaan anehku, Dian ikut menoleh kebelakang. Dan sekali lagi nampak terlihat ekspressi bingung diwajahnya. Ditambah lagi tas-tas yang kami panggul juga ikut menghilang kecuali handphone yang ku masukkan kedalam kantung celana.
“kok jadi kayak gini, ya chie?? Kita dimana?”


Aku hanya menggeleng tidak tahu untuk menjawab pertanyaannya. Aku bingung dengan apa yang aku lihat saat ini. Baru sekitar 1 menit yang lalu kami keluar dari pintu instantsi dan kini semuanya lenyap. Berubah menjadi tempat yang asing bagiku dan Dian.

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 2-AN

“kita coba lewatin jalan setapak ini dulu, yuk chie. Kali aja diujung jalan ada orang yang bisa kita tanyain.” Ajak Dian, aku mengangguk, mengikuti langkahnya.

5 menit-------- 10 menit—---- dan hampir 15 menit kami berjalan namun belum juga menemukan seorang pun untuk ditanya.

“Di, kenapa dari tadi gak ada orang yang lewat ya? Kita jalan udah lumayan jauh lho dari tempat awal tadi.” kataku
“iya, ya.. gua juga gak tau, chie. Udah coba aja kita terus jalan.”
“Di, kenapa kita gak pake handphone aja buat ngubungin nyokap apa bokap ? mungkin aja mereka pernah tau tempat ini.”
“oh iya bener juga.”

Segera aku dan Dian merogoh handphone dari dalam kantung celana.

Lalu-- keanehan kembali terjadi padaku..

Handphone yang baterainya semula penuh tiba-tiba mati seperti lowbat. Berulang kali aku menyalakannya, namun saat itu juga ada peringatan bahwa baterai terlalu low untuk diaktifkan. Ini sangat aneh, padahal aku sudah men-chargernya semalaman suntuk dan aku yakin baterainya masih penuh, karena sebelum keluar instansi aku sempat men-cek-nya kembali.
“Hp gua lowbat, Di. Telpon pake hp lo aja deh, masih bisa kan?”
“Hp gua juga mati, Chie. Aneh deh, perasaan baterai masih tiga… biasanya masih bisa tahan sampe besok lho.,,”
“Tuh,  kan bener situasinya jadi aneh. Astaga, sebenarnya ada apa'an sih ni???” pikirku.
“Kita coba laluin jalan ini dulu deh, Chie. Kayaknya masih panjang, mungkin aja diujung jalan ada rumah penduduk.”
“ya udah deh yuk.”

Kami melanjutkan langkah kami menyusuri jalan setapak yang terkesan misterius ini. Benar-benar tak ada apapun disekeliling kami selain rumput-rumput dan ilalang di kiri dan kanan kami. Aku jadi teringat lagu “naik-naik kepuncak gunung”. Hanya saja dilagu itu tak ada rumput ataupun ilalang melainkan pohon cemara.

Setelah lama menyusuri jalan setapak ini, akhirnya terlihat juga ujungnya dan terlihat samar-samar seperti bangunan dari sebuah rumah.
“Chie, ada rumah tuh !” seru Dian


Kami berlari, agar segera dapat mencapai bangunan yang kami lihat itu. 

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 3-AN

Dannnn keanehan kembali terjadi, dalam itungan detik dan seirama dengan pelarian kami, langit yang semula masih sore perlahan berubah jadi gelap seperti malam. Benar-benar situasi yang aneh dan lebih aneh lagi…..

Kenapa harus aku dan Dian yang mengalami ini?!!!!

Tak kami hiraukan perubahan suasana ini, dan tetap meneruskan langkah seribu menuju ujung jalan setapak ini.

Dan ku ucapkan syukur, akhirnya kami berhasil mencapai ujung jalan dan tepat seperti perkiraan Dian., aku melihat ada banyak rumah-rumah kecil, dengan pintu rumah yang terbuka dan terlihat cahaya lampu dari dalamnya.

Tapi kenapa tak ada seorang pun yang berkeliaran disini, apa mereka semua didalam rumah.
“coba rumah yang ini, Chie…”  ajak Dian kedalam satu rumah dengan dindingnya yang berwarna putih.

Aku tetap mengikutinya dibelakang. Berulang kali kami memberi salam dan memanggil sang tuan rumah namun tak ada satupun yang keluar dari dalam. 

Putus asa, kami mencoba rumah-rumah lainnya…

Kecewa…. Tak ada satupun orang yang keluar dari rumah. Apa ini termasuk aneh??? Ya, untukku.

“gimana nih, Di?? Gak ada satupun orang yang keluar, disini juga sepi banget lagi, mirip kota mati.”
“apa kita nyelonong aja kedalam, kali aja emang penghuninya lagi pada sibuk semua, jadi gak denger salam kita.”
“iya deh yuk…”

Akhirnya kami memaksakkan diri masuk kesalah satu rumah meskipun belum mendapat izin dari pemiliknya. Perlahan-lahan kami melangkah melewati ruang tamunya, kosong, tak ada siapapun disana. Tapi samar-samar aku mendengar suara-suara seperti bola yang ditayangkan oleh televisi.
“Di, lu denger suara-suara gak?? Kayak tivi gitu?”

Dian mengangguk membenarkan pernyataanku. Kami melanjutkan langkah kami keruangan berikutnya… dan benar terlihat sebuah televisi sedang menyala menayangkan siaran bola secara langsung.  Tak hanya itu, aku pun melihat sofa merah panjang disisi kiri tepat di sisi kami masuk. Terlihat seorang pria paruh baya tengah tertidur lelap.

Aku dan Dian saling menatap.


“bangunin gak?” bisikku

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 4-AN

“bangunin aja. Tapi pelan-pelan biar gak kaget.” Usul Dian
Aku pun menggoyang-goyangkan bahu pria paruh baya itu secara perlahan agar ia tidak kaget dan menganggap kami maling. 
Tapi……..

habis waktu 5 menit aku membangunkannya, tapi tak ada tanda-tanda ia akan membuka matanya atau merespon  suaraku. Apa ia benar-benar tidur?? Pikirku

Aku melihat kearah Dian yang lalu perhatian kami tertuju pada dua handphone diatas meja disisi kiri kami. 

Kami mundur menuju pintu masuk rumah.
“kayaknya gak ada tanda-tanda tu bapak-bapak bakalan bangun deh, Di..”
“iya ya, itu orang tidur begitu amat.”
“Di,lu punya pikiran yang sama gak ama gua???”
“tentang?”
“handphone diatas meja tadi.”
“mungkin… lu berniat mau minjem hp itu kan buat ngubungin nyokap bokap lu?”
“nyokap bokap kita…”
“ya maksud gua gitu… tapi kalo umpamanya tuh bapak bangun gimana?”
“ya kita tinggal jelasin kalo kita gak bermaksud ngapa-ngapain, cuman minjem.”
“aman gak?”
“kita gak bakal tahu, kalo gak nyoba Di.”

Dian terdiam sebentar, mungkin berpikir. 2 menit menunggu, akhirnya ia setuju. Kami kembali masuk kedalam rumah, sekali lagi kami membangunkannya namun tetap tak ada respon darinya.

Dengan sangat perlahan kami meraih dua handphone yang tergelatak diatas meja. Lalu dengan langkah layaknya mengendap-endap kami kembali keluar menuju teras rumah.
“kita gak punya banyak waktu, Chie. Kita mesti cepet jangan sampe tuh bapak bangun terus salah paham.”
“gua paham.”


Aku menekan tombol-tombol, belum selesai...

Tiba-tiba aku mendengar suara dari beberapa pria disamping rumah ini. Aku menengok sekilas, dan terlihat pria-pria paruh baya yang mengenakan pakaian seragam satpam. Aaarrghh, sial kenapa mesti sekarang kenapa gak dari tadi sih?!! Pikirku. Tampaknya Dian juga mengetahui hal ini dan belum sempat juga menelpon orangtuanya. Ia menyuruhku masuk kembali kedalam rumah. 

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 5-AN

Aku menekan tombol-tombol, belum selesai tiba-tiba aku mendengar suara dari beberapa pria disamping rumah ini. Aku menengok sekilas, dan terlihat pria-pria paruh baya yang mengenakan pakaian seragam satpam. Aaarrghh, sial kenapa mesti sekarang? kenapa gak dari tadi sih?!! Pikirku. Tampaknya Dian juga mengetahui hal ini dan belum sempat juga menelpon orangtuanya. Ia menyuruhku masuk kembali kedalam rumah.
“gimana? Terusin?” tanyaku dengan berbisik
“gak tahu. Apa kita taroh lagi ajah, terus tanya sama satpam didepan.” Menjawab dengan berbisik-bisik juga.
“tar kita dicurigain gak, abis masuk sini?”
“dari pada kayak gini, kayak maling.”
“HEEEEII!! SIAPA KALIAN? NGAPAIN KALIAN DIRUMAH SAYA !!!”

Sontak kami berdua terkaget-kaget mendengar hentakan keras itu… ternyata pria paruh baya yang sedaritadi tertidur disofa itu kini telah bangun dan berdiri tepat dibelakang kami dengan ekpresi wajah penuh curiga.
“pak jangan salah paham dulu pak, kami gak bermaksud jahat.. kami hanya mau menanyakan jalan didesa ini tapi bapak…..” aku berusaha menjelaskan.
“LHO, KENAPA KALIAN BERDUA MEMEGANG HANPHONE SAYA?!!!! KALIAN MALING YA!! PEREMPUAN TAPI MALING !” pria paruh baya itu memotong penjelasanku yang belum selesai.
“bukan begitu pak… bapak salah paham, kami sedang tersesat dan kami berusaha bertanya sama bapak tapi bapak sedang tertidur jadi satu-satunya jalan adalah mencoba menghubungi keluarga kami, tapi hendphone kami lowbat jadi kami pikir bisa meminjam sementara…..”
“APA?!! TERSESAT? PINJAM HANPHONE TANPA IZIN?!! HOOO JADI INI MODUS KEJAHATAN BARU YAAA….”
“pak tolong jangan salah paham, kami akan mengembalikannya kok pak. Kami belum sempat ngapa-ngapain. Sungguh !!!”
“YA IYALAH BELUM SEMPAT NGAPA-NGAPAIN, WONG KEPERGOK KOK…!!!” “MALING! MALING! MALING! MALING!” tiba-tiba pria paruh baya itu berteriak seolah kami benar-benar dianggapnya maling tanpa mendengar penjelasan ku terlebih dahulu.


Sepertinya menjelaskan segalanya pada pria ini tak akan menghasilkan apapun, justru hanya membuat kami menunggu untuk ditangkap aparat keamanan yang mengobrol disamping rumah tadi. Tanpa basa-basi lagi aku menarik lengan Dian menuju pintu keluar. Pria paruh baya itu mengikuti langkah kami sambil terus berteriak “MALING !”

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 6-AN

Aku tak menghiraukan jalan yang kulalui, dipikiranku sekarang hanyalah bagaimana caranya lari secepat-cepatnya dari tempat itu dan menyelamatkan jiwa ku dan Dian. Tak sadar aku menggenggam lengan Dian dengan sangat erat, mungkin karena aku sendiri pun merasa sangat ketakutan dengan situasi ini. 

Aku tak sempat melihat wajah Dian yang aku lihat hanyalah jalan yang ada didepanku. Sebisa mungkin mencari jalan-jalan sempit dan berliku agar tak tertangkap karena tuduhan yang tak kami lakukan. Samar-samar mulai terdengar soraian orang-orang berkata agar kami berhenti.

Kami terus berlari dan berlari menyusuri jalan yang terkadang menanjak dan menurun. Dalam hati aku terus berdoa semoga pelarian tak bersalah ini tidak berakhir dijalan yang buntu. Aku menoleh kebelakang sebentar, terlihat meskipun masih dalam jarak yang cukup jauh, massa mengejar kami dengan membawa api dan bambu-bambu runcing.
“Hahhhh, mereka pikir lagi ngejar penjajah apa??? Pake segala bambu runcing dibawa??!!” Kesalku dalam hati. Aku melihat ekspresi wajah Dian yang sudah sangat kelelahan. Aku tak peduli, tak ada waktu untuk berhenti kalau tidak ingin mati dihabisi massa karena tuduhan yang tak kami lakukan. Aku masih berlari secepat yang aku bisa sambil mengenggam lengannya, hingga tiba-tiba aku tertarik kebelakang.
“Chie, gua udah gak kuat Chie… capek..” Dia duduk tersungkur.
“jangan sekarang, Di… kalo kita berhenti kita bisa mati dihajar atau bahkan dibakar sama massa. Mereka udah dibelakang kita, Di… Ayo bangun !!” aku menarik lengannya untuk berdiri namun dia menolak.
“gua gak kuat Chie, gua capek. Mending lo selametin diri lo aja. Udah sana cepet lari !!!!”

Aku menatapnya. Bingung. Takut. Kasihan. Marah. Semua bercampur jadi satu. Aku melihat kearah belakang dan massa itu sudah hampir mendekati lokasi kami sambil mengacungkan obor dan bambu runcing.
“Di, lo gak mau berusaha lagi??”
“gua capek, chie… udah sana cepet pergi!”
Aku terdiam sebentar, membuat keputusan, sesekali aku melihat kerumunan massa yang semakin mendekat.
“sorry ya, Di… gua gak mau mati atas apa yang gak gua lakuin… sorry gua mesti pergi duluan. Kalo lu udah bisa lari lagi, cepet susul gue…. Seenggaknya berusahalah lari sejauh-jauhnya. Jangan mati disini !” Aku berucap lalu kembali berlari meninggalkan Dian, seorang yang sudah menjadi partner kerjaku, teman kampusku, dan sahabatku.

Aku berlari tanpa menoleh kebelakang lagi.

Memasuki gang-gang kecil….

Melewati jalan-jalan setapak yang dikelilingi rumput liat disisi kanan-kirinya.

Aku terus berlari hingga aku tak ingat lagi apakah aku masih terus bernafas, dadaku terasa sakit, dan tenggorokanku terasa sangat kering.

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 7-AN

Ditengah kondisi sengsara ini, keanehan kembali terjadi. Malam kini telah berganti siang. Matahari terasa sangat besar, panas dan seperti terletak diatas kepalaku.

“Ya ALLAH, apa yang sebenarnya sedang kau uji dari keadaan ku ini? Ampunilah dosa-dosaku ya Allah. Aku ingin pulang.” Ucapku dalam hati. Teringat kata pulang, aku belum sempat mengabari kedua orangtuaku. Mereka pasti sangat mengkhawatirkanku.

Aku berharap mereka segera lapor ke polisi. Sehingga aku bisa dilacak dan segera pulang dan meluruskan semuanya.

Ditengah harapanku itu, aku mendengar seperti derap sebuah langkah yang sedang berlari dibelakangku. Aku kembali panic, takut menguasai pikiran dan perasaanku. Jangan-jangan salah satu anggota massa yang mengejar kami tadi berhasil melacak jejak dan kini ia mengejarku di belakang.
“Ya ALLAH, tolong selamatkan lah aku, hambamu yang bodoh dan lemah ini.” gumamku
Aku memberanikan diri menoleh kebelakang,dan yang kulihat adalah…

DIAN !!!

Dian kembali berlari dan berhasil menyusulku, syukurlah, syukurlah !!!
“Dian, Alhamdulillah lu selamet…” aku menghentikan langkahku menanti kedatangannya
“seperti kata lo, gua gak mau mati karena kesalahahan yang enggak pernah gua lakuin. Kita harus tetep lari, Chie. Ayo jangan berhenti disini. Mereka masih dibelakang kita.”
Aku mengangguk dan melanjutkan pelarian ini dengan kembalinya sahabatku Dian.

Kami terus berlari hingga semua langkah ini memandu kami memasuki sebuah desa lagi. Tapi kali ini, desa yang kami lihat terlihat ramai. Nampaknya ini jam-jam sibuk para penduduk keluar dari rumahnya dan yang lebih mengejutkan lagi, para penduduk yang juga tengah berbincang-bincang itu menggunakan bahasa jawa yang sangat kental.
“Astaga, apa mungkin saat ini kami sedang berada di pemukiman didaerah Jawa?? Tidak mungkin ! tidak mungkin sampai sejauh ini… pasti ini masih di Jakarta. Di Jakarta juga masih banyak kok pemukiman penduduk yang mayoritas Jawa dan berbincang-bincang menggunakan bahasa Jawa, termasuk di daerah rumahku juga seperti itu.”  aku berusaha berpikir positif.

Ditengah usahaku untuk berpikir positif, tiba-tiba aku mendengar suara bisikan yang sangat halus. Sambil berlari, aku mempertajam kedua telingaku.
“jangan lewati jembatan itu… angker… angker”

Aku berusaha mendengarkannya lagi, untuk memastikan aku tidak melakukan kekeliruan

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 8-AN

“jangan lewati jembatan itu…. angker… angker…”
“Chie, itu ada ibu-ibu… kita tanya ibu itu nanya jalan tembus ke jalan raya…” seru Dian. Aku mengikuti langkahnya.
“Permisi, bu…” sambil terengah-engah Dian menghentikan langkah sang wanita paru baya itu.
“njeh, dek. Ada yang bisa ibu bantu???” sangat jelas terdengar dengan logat jawanya yang sangat kental.
“maaf bu, kami mengganggu sebentar. Ibu tahu gak jalan yang menuju jalan besar yang ada angkutan umumnya??”
“oh iya tahu dek. Kenapa adek mau kesana ya?”
“iya bu, kami mau kesana. Udah berkali-kali kami mencari jalan umum itu tapi selalu aja kembai ketempat yang sama. Ibu bisa tunjukkin jalannya gak bu? Dan kira-kira apa masih jauh dari sini??”

Waahh, Dian jago berbohong juga ternyata. Tapi kalo dipikir, akan jauh lebih baik kalau dia gak ngasih tahu situasi yang sebenarnya. Kalo sampai ibu ini tahu, kalo kami dikejar-kejar massa karena tuduhan mencuri, heuu bisa-bisa mereka malah membawa kami ke gerombolan massa itu.
“masih jauh banget, dek. Adek mesti lewati jembatan itu dulu…” sembari menunjuk ke arah jembatan yang berjarak 10 langkah didepan kami.
“Tapi…. bentar deh….. ngomong-ngomong soal jembatan, tadi kan suara-suara halus itu ngsih tahu kalau jembatannya gak beres… angker… apa jembatan yang dimaksud adalah jembatan yang akan kami lewati ini?? Ah, mudah-mudahan bukan…” aku kembali berpikir positif.

Aku berusaha dengan seksama mendengarkan instruksi ibu paruh baya itu.
“kalian bisa aja lewat situ, dan memang jalan paling deket menuju jalan raya yaa dengan melewati jembatan itu.”
“oh gitu ya, bu… jadi kami hanya harus mengikuti arah jembatan itu kan, bu?” tanya Dian untuk memastikan.
“iya… tapi..” ibu paruh baya itu terlihat enggan meneruskan omongannya.
“tapi kenapa, bu?” tanyaku penassaran.
“jembatan itu angker…”
“angker? Maskud ibu?” tanyaku lagi

“bukan hanya angker, tapi sangat angker dan sangat berbahaya.”

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 9-AN

“maksud ibu apa? Bisa tolong jelaskan dengan rinci?” tanya Dian dengan sangat hati-hati.
“yaaa, sebenarnya sudah menjadi rahasia umum didesa ini jika jembatan itu dikuasai kekuatan yang sangat jahat…”
“lalu???” dengan sangat penasaran aku bertanya
“banyak orang yang ingin melalui jembatan ini tiba-tiba menghilang ketika berada ditengah-tengahnya. Menurut para sesepuh, jembatan ini adalah jalur bertemunya para memedi atau makhluk halus. Jadi sebenarnya masyrakat disini sudah sangat melarang orang-orang untuk  melewatinya. Tapi, karena jembatan ini adalah satu-satunya fasilitas yang terdekat untuk menuju jalan besar jadi banyak dari mereka yang tetap nekat melewatinya meskipun resiko nasib malang menimpanya.”
“apa benar-benar tidak ada jalur akses yang lain, bu untuk bisa ke jalan besar?” tanya Dian
“ada, tapi itu akan memakan waktu seharian karena letaknya yang sangat jauh…”

Aku dan Dian saling menatap seolah menanyakan hal yang sama tentang “apakah ingin tetap melewatinya atau tidak?”
“sebentar ya, bu jangan pergi dulu… kami ingin berunding sebentar..” izin Dian
“ya ya silahkan…”

Kami menepi kesisi yang lain dan mulai bicara.
“gimana, menurut lu Di mau tetep lewat sini apa lewat jalan lain yang bakal makan waktu ampe malem lagi???”
“duh gua juga bingung abis pilihannya gak ada yang enak sih !!”
“gimana kalo kita coba dulu ajah lewat jembatan itu, biar bisa cepet pulang…”
“lu masih belum ngerti juga, Chie tentang apa yang dibilangin sama ibu tadi? Udah banyak orang yang hilang pas ditengah-tengah jembatan ! Lo mau nasib kita kayak gitu?? Jadi tumbal selanjutnya?”
“enggak sih, tapi kita kan punya agama. Kita jalan sambil berdo’a sama ALLAH. Kan lo tau sendiri makhlus halus paling takut sama do’a nya ALLAH.”
“tapi kita juga gak bisa ngesampingin orang-orang yang hilang juga, Chie..”

“ya mungkin, mereka pas lewat jembatan gak permisi dan berdo’a dulu kali jadi penunggunya marah. Lagian sebenarnya makhlus halus itu kan bisa dimana aja, gak cuma dijembatan ini doang. Dan lu kan juga percaya kalo iblis, setan, atau makhlus halus apapun takut sama Tuhan kita, ALLAH. Kalo kita takut berarti secara gak langsung kita ngeyakinin mereka itu sama hebatnya kayak ALLAH SWT. ”

-bersambung-