Dannnn
keanehan kembali terjadi, dalam itungan detik dan seirama dengan pelarian
kami, langit yang semula masih sore perlahan berubah jadi gelap seperti malam. Benar-benar
situasi yang aneh dan lebih aneh lagi…..
Kenapa
harus aku dan Dian yang mengalami ini?!!!!
Tak kami
hiraukan perubahan suasana ini, dan tetap meneruskan langkah seribu menuju
ujung jalan setapak ini.
Dan ku
ucapkan syukur, akhirnya kami berhasil mencapai ujung jalan dan tepat seperti
perkiraan Dian., aku melihat ada banyak rumah-rumah kecil, dengan pintu rumah
yang terbuka dan terlihat cahaya lampu dari dalamnya.
Tapi
kenapa tak ada seorang pun yang berkeliaran disini, apa mereka semua didalam
rumah.
“coba
rumah yang ini, Chie…” ajak Dian kedalam
satu rumah dengan dindingnya yang berwarna putih.
Aku tetap
mengikutinya dibelakang. Berulang kali kami memberi salam dan memanggil sang
tuan rumah namun tak ada satupun yang keluar dari dalam.
Putus asa, kami
mencoba rumah-rumah lainnya…
Kecewa….
Tak ada satupun orang yang keluar dari rumah. Apa ini termasuk aneh??? Ya,
untukku.
“gimana
nih, Di?? Gak ada satupun orang yang keluar, disini juga sepi banget lagi,
mirip kota mati.”
“apa kita
nyelonong aja kedalam, kali aja emang penghuninya lagi pada sibuk semua, jadi
gak denger salam kita.”
“iya deh
yuk…”
Akhirnya
kami memaksakkan diri masuk kesalah satu rumah meskipun belum mendapat izin
dari pemiliknya. Perlahan-lahan kami melangkah melewati ruang tamunya, kosong,
tak ada siapapun disana. Tapi samar-samar aku mendengar suara-suara seperti
bola yang ditayangkan oleh televisi.
“Di, lu
denger suara-suara gak?? Kayak tivi gitu?”
Dian
mengangguk membenarkan pernyataanku. Kami melanjutkan langkah kami keruangan
berikutnya… dan benar terlihat sebuah televisi sedang menyala menayangkan
siaran bola secara langsung. Tak hanya
itu, aku pun melihat sofa merah panjang disisi kiri tepat di sisi kami masuk.
Terlihat seorang pria paruh baya tengah tertidur lelap.
Aku dan
Dian saling menatap.
“bangunin
gak?” bisikku
-bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar