Aku tak menghiraukan jalan
yang kulalui, dipikiranku sekarang hanyalah bagaimana caranya lari
secepat-cepatnya dari tempat itu dan menyelamatkan jiwa ku dan Dian. Tak sadar
aku menggenggam lengan Dian dengan sangat erat, mungkin karena aku sendiri pun
merasa sangat ketakutan dengan situasi ini.
Aku tak sempat melihat wajah Dian
yang aku lihat hanyalah jalan yang ada didepanku. Sebisa mungkin
mencari jalan-jalan sempit dan berliku agar tak tertangkap karena tuduhan yang
tak kami lakukan. Samar-samar mulai terdengar soraian orang-orang berkata agar
kami berhenti.
Kami
terus berlari dan berlari menyusuri jalan yang terkadang menanjak dan menurun. Dalam
hati aku terus berdoa semoga pelarian tak bersalah ini tidak berakhir dijalan yang
buntu. Aku menoleh kebelakang sebentar, terlihat meskipun masih dalam jarak
yang cukup jauh, massa mengejar kami dengan membawa api dan bambu-bambu
runcing.
“Hahhhh,
mereka pikir lagi ngejar penjajah apa??? Pake segala bambu runcing dibawa??!!”
Kesalku dalam hati. Aku melihat ekspresi wajah Dian yang sudah sangat
kelelahan. Aku tak peduli, tak ada waktu untuk berhenti kalau tidak ingin mati
dihabisi massa karena tuduhan yang tak kami lakukan. Aku masih berlari secepat
yang aku bisa sambil mengenggam lengannya, hingga tiba-tiba aku tertarik
kebelakang.
“Chie,
gua udah gak kuat Chie… capek..” Dia duduk tersungkur.
“jangan
sekarang, Di… kalo kita berhenti kita bisa mati dihajar atau bahkan dibakar
sama massa. Mereka udah dibelakang kita, Di… Ayo bangun !!” aku menarik
lengannya untuk berdiri namun dia menolak.
“gua gak
kuat Chie, gua capek. Mending lo selametin diri lo aja. Udah sana cepet lari
!!!!”
Aku
menatapnya. Bingung. Takut. Kasihan. Marah. Semua bercampur jadi satu. Aku
melihat kearah belakang dan massa itu sudah hampir mendekati lokasi kami sambil
mengacungkan obor dan bambu runcing.
“Di, lo
gak mau berusaha lagi??”
“gua
capek, chie… udah sana cepet pergi!”
Aku
terdiam sebentar, membuat keputusan, sesekali aku melihat kerumunan massa yang
semakin mendekat.
“sorry
ya, Di… gua gak mau mati atas apa yang gak gua lakuin… sorry gua mesti pergi
duluan. Kalo lu udah bisa lari lagi, cepet susul gue…. Seenggaknya berusahalah
lari sejauh-jauhnya. Jangan mati disini !” Aku berucap lalu kembali berlari
meninggalkan Dian, seorang yang sudah menjadi partner kerjaku, teman kampusku,
dan sahabatku.
Aku
berlari tanpa menoleh kebelakang lagi.
Memasuki
gang-gang kecil….
Melewati
jalan-jalan setapak yang dikelilingi rumput liat disisi kanan-kirinya.
Aku terus
berlari hingga aku tak ingat lagi apakah aku masih terus bernafas, dadaku
terasa sakit, dan tenggorokanku terasa sangat kering.
-bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar