Minggu, 27 Oktober 2013

MY CREEPY GAJE DREAM PART 6-AN

Aku tak menghiraukan jalan yang kulalui, dipikiranku sekarang hanyalah bagaimana caranya lari secepat-cepatnya dari tempat itu dan menyelamatkan jiwa ku dan Dian. Tak sadar aku menggenggam lengan Dian dengan sangat erat, mungkin karena aku sendiri pun merasa sangat ketakutan dengan situasi ini. 

Aku tak sempat melihat wajah Dian yang aku lihat hanyalah jalan yang ada didepanku. Sebisa mungkin mencari jalan-jalan sempit dan berliku agar tak tertangkap karena tuduhan yang tak kami lakukan. Samar-samar mulai terdengar soraian orang-orang berkata agar kami berhenti.

Kami terus berlari dan berlari menyusuri jalan yang terkadang menanjak dan menurun. Dalam hati aku terus berdoa semoga pelarian tak bersalah ini tidak berakhir dijalan yang buntu. Aku menoleh kebelakang sebentar, terlihat meskipun masih dalam jarak yang cukup jauh, massa mengejar kami dengan membawa api dan bambu-bambu runcing.
“Hahhhh, mereka pikir lagi ngejar penjajah apa??? Pake segala bambu runcing dibawa??!!” Kesalku dalam hati. Aku melihat ekspresi wajah Dian yang sudah sangat kelelahan. Aku tak peduli, tak ada waktu untuk berhenti kalau tidak ingin mati dihabisi massa karena tuduhan yang tak kami lakukan. Aku masih berlari secepat yang aku bisa sambil mengenggam lengannya, hingga tiba-tiba aku tertarik kebelakang.
“Chie, gua udah gak kuat Chie… capek..” Dia duduk tersungkur.
“jangan sekarang, Di… kalo kita berhenti kita bisa mati dihajar atau bahkan dibakar sama massa. Mereka udah dibelakang kita, Di… Ayo bangun !!” aku menarik lengannya untuk berdiri namun dia menolak.
“gua gak kuat Chie, gua capek. Mending lo selametin diri lo aja. Udah sana cepet lari !!!!”

Aku menatapnya. Bingung. Takut. Kasihan. Marah. Semua bercampur jadi satu. Aku melihat kearah belakang dan massa itu sudah hampir mendekati lokasi kami sambil mengacungkan obor dan bambu runcing.
“Di, lo gak mau berusaha lagi??”
“gua capek, chie… udah sana cepet pergi!”
Aku terdiam sebentar, membuat keputusan, sesekali aku melihat kerumunan massa yang semakin mendekat.
“sorry ya, Di… gua gak mau mati atas apa yang gak gua lakuin… sorry gua mesti pergi duluan. Kalo lu udah bisa lari lagi, cepet susul gue…. Seenggaknya berusahalah lari sejauh-jauhnya. Jangan mati disini !” Aku berucap lalu kembali berlari meninggalkan Dian, seorang yang sudah menjadi partner kerjaku, teman kampusku, dan sahabatku.

Aku berlari tanpa menoleh kebelakang lagi.

Memasuki gang-gang kecil….

Melewati jalan-jalan setapak yang dikelilingi rumput liat disisi kanan-kirinya.

Aku terus berlari hingga aku tak ingat lagi apakah aku masih terus bernafas, dadaku terasa sakit, dan tenggorokanku terasa sangat kering.

-bersambung-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar