“Huufhh
akhirnya selesai juga jam ngajar gue.” Ucapku dalam hati sembari membereskan
kertas-kertas yang aku gunakan untuk mengajar dikelas tadi kedalam tas.
Aku
beranjak berdiri dari posisi dudukku untuk mengambil lembar absen. Kulihat
Dian, sesama tutor sekaligus sahabatku, melakukan hal yang sama sepertiku.
Tersirat ekspresi lelah dari wajahnya. Yah, aku pun juga merasa lelah mungkin
karena kami harus mengejar waktu antara jam kuliah dengan jam mengajar.
Dian
sudah menjadi tutor Bahasa Inggris selama 4 bulan sedangkan aku baru memasuki 1
setengah bulan. Aku pun mengambil pekerjaan mengajar ini juga karena informasi
dari Dian. Semula aku merasa mengajar bukanlah bidangku, tapi hatiku mengatakan
tak ada salahnya mengambil kesempatan dihadapanmu, yaa hitung-hitung dapat
pengalaman pertama kerja sekaligus tambah uang jajan :D
Terlepas
dari ingatanku tentang awal mulaku masuk instansi ini, Dian menatapku tanda
isyarat untuk segera pulang. Setelah berpamitan dengan manager, pengajar senior
dan para staff lainnya, kami berdua keluar dari instansi.
Baru 5
langkah kami keluar dari pintu, aku dan Dian menatap keadaan sekeliling kami
yang sangat berbeda dari biasanya. Sudah menjadi pemandangan umum saat kami keluar dari pintu instansi, kami
akan langsung disuguhkan jalan raya besar dengan jalur dua arah dan sebuah mall
besar ditepi jalan seberang. Tapi kini semuanya telah lenyap, dihadapan kami tak terlihat barisan mobil dan angkutan umum yang biasanya membunyikan
klaksonnya dikala jalan raya sedang macet, tak ada music besar yang terdengar
dari mall besar yang biasa kami kunjungi sebelum ataupun sesudah mengajar.
Yang kami
lihat saat ini hanyalah tanah luas dengan rumput-rumputnya yang hijau dan jalan
setapak dihadapan kami. Aku menatap Dian, dan dia pun terlihat sama bingungnya
denganku dengan pemandangan ini.
Aku
menoleh kebelakang, berharap bisa kembali masuk ke instansi dan menanyakan pemandangan
yang tak biasa ini. Tapi…
Yang
mengejutkan adalah tak ada apapun dibelakang kami.
Kosong… hanya ada
pemandangan yang sama seperti didepan kami.
“kantor nya
kemana, Di??”
Mendengar
pertanyaan anehku, Dian ikut menoleh kebelakang. Dan sekali lagi nampak terlihat
ekspressi bingung diwajahnya. Ditambah lagi tas-tas yang kami panggul juga ikut
menghilang kecuali handphone yang ku masukkan kedalam kantung celana.
“kok jadi
kayak gini, ya chie?? Kita dimana?”
Aku hanya
menggeleng tidak tahu untuk menjawab pertanyaannya. Aku bingung dengan apa yang
aku lihat saat ini. Baru sekitar 1 menit yang lalu kami keluar dari pintu
instantsi dan kini semuanya lenyap. Berubah menjadi tempat yang asing bagiku
dan Dian.
-bersambung-