Minggu, 27 Oktober 2013

MY CREEPY GAJE DREAM PART 1

“Huufhh akhirnya selesai juga jam ngajar gue.” Ucapku dalam hati sembari membereskan kertas-kertas yang aku gunakan untuk mengajar dikelas tadi kedalam tas.

Aku beranjak berdiri dari posisi dudukku untuk mengambil lembar absen. Kulihat Dian, sesama tutor sekaligus sahabatku, melakukan hal yang sama sepertiku. 

Tersirat ekspresi lelah dari wajahnya. Yah, aku pun juga merasa lelah mungkin karena kami harus mengejar waktu antara jam kuliah dengan jam mengajar. 
Dian sudah menjadi tutor Bahasa Inggris selama 4 bulan sedangkan aku baru memasuki 1 setengah bulan. Aku pun mengambil pekerjaan mengajar ini juga karena informasi dari Dian. Semula aku merasa mengajar bukanlah bidangku, tapi hatiku mengatakan tak ada salahnya mengambil kesempatan dihadapanmu, yaa hitung-hitung dapat pengalaman pertama kerja sekaligus tambah uang jajan :D

Terlepas dari ingatanku tentang awal mulaku masuk instansi ini, Dian menatapku tanda isyarat untuk segera pulang. Setelah berpamitan dengan manager, pengajar senior dan para staff lainnya, kami berdua keluar dari instansi.

Baru 5 langkah kami keluar dari pintu, aku dan Dian menatap keadaan sekeliling kami yang sangat berbeda dari biasanya. Sudah menjadi pemandangan umum saat kami keluar dari pintu instansi, kami akan langsung disuguhkan jalan raya besar dengan jalur dua arah dan sebuah mall besar ditepi jalan seberang. Tapi kini semuanya telah lenyap, dihadapan kami tak terlihat barisan mobil dan angkutan umum yang biasanya membunyikan klaksonnya dikala jalan raya sedang macet, tak ada music besar yang terdengar dari mall besar yang biasa kami kunjungi sebelum ataupun sesudah mengajar.

Yang kami lihat saat ini hanyalah tanah luas dengan rumput-rumputnya yang hijau dan jalan setapak dihadapan kami. Aku menatap Dian, dan dia pun terlihat sama bingungnya denganku dengan pemandangan ini.

Aku menoleh kebelakang, berharap bisa kembali masuk ke instansi dan menanyakan  pemandangan  yang tak biasa ini. Tapi…

Yang mengejutkan adalah tak ada apapun dibelakang kami. 

Kosong… hanya ada pemandangan yang sama seperti didepan kami.
“kantor nya kemana, Di??”

Mendengar pertanyaan anehku, Dian ikut menoleh kebelakang. Dan sekali lagi nampak terlihat ekspressi bingung diwajahnya. Ditambah lagi tas-tas yang kami panggul juga ikut menghilang kecuali handphone yang ku masukkan kedalam kantung celana.
“kok jadi kayak gini, ya chie?? Kita dimana?”


Aku hanya menggeleng tidak tahu untuk menjawab pertanyaannya. Aku bingung dengan apa yang aku lihat saat ini. Baru sekitar 1 menit yang lalu kami keluar dari pintu instantsi dan kini semuanya lenyap. Berubah menjadi tempat yang asing bagiku dan Dian.

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 2-AN

“kita coba lewatin jalan setapak ini dulu, yuk chie. Kali aja diujung jalan ada orang yang bisa kita tanyain.” Ajak Dian, aku mengangguk, mengikuti langkahnya.

5 menit-------- 10 menit—---- dan hampir 15 menit kami berjalan namun belum juga menemukan seorang pun untuk ditanya.

“Di, kenapa dari tadi gak ada orang yang lewat ya? Kita jalan udah lumayan jauh lho dari tempat awal tadi.” kataku
“iya, ya.. gua juga gak tau, chie. Udah coba aja kita terus jalan.”
“Di, kenapa kita gak pake handphone aja buat ngubungin nyokap apa bokap ? mungkin aja mereka pernah tau tempat ini.”
“oh iya bener juga.”

Segera aku dan Dian merogoh handphone dari dalam kantung celana.

Lalu-- keanehan kembali terjadi padaku..

Handphone yang baterainya semula penuh tiba-tiba mati seperti lowbat. Berulang kali aku menyalakannya, namun saat itu juga ada peringatan bahwa baterai terlalu low untuk diaktifkan. Ini sangat aneh, padahal aku sudah men-chargernya semalaman suntuk dan aku yakin baterainya masih penuh, karena sebelum keluar instansi aku sempat men-cek-nya kembali.
“Hp gua lowbat, Di. Telpon pake hp lo aja deh, masih bisa kan?”
“Hp gua juga mati, Chie. Aneh deh, perasaan baterai masih tiga… biasanya masih bisa tahan sampe besok lho.,,”
“Tuh,  kan bener situasinya jadi aneh. Astaga, sebenarnya ada apa'an sih ni???” pikirku.
“Kita coba laluin jalan ini dulu deh, Chie. Kayaknya masih panjang, mungkin aja diujung jalan ada rumah penduduk.”
“ya udah deh yuk.”

Kami melanjutkan langkah kami menyusuri jalan setapak yang terkesan misterius ini. Benar-benar tak ada apapun disekeliling kami selain rumput-rumput dan ilalang di kiri dan kanan kami. Aku jadi teringat lagu “naik-naik kepuncak gunung”. Hanya saja dilagu itu tak ada rumput ataupun ilalang melainkan pohon cemara.

Setelah lama menyusuri jalan setapak ini, akhirnya terlihat juga ujungnya dan terlihat samar-samar seperti bangunan dari sebuah rumah.
“Chie, ada rumah tuh !” seru Dian


Kami berlari, agar segera dapat mencapai bangunan yang kami lihat itu. 

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 3-AN

Dannnn keanehan kembali terjadi, dalam itungan detik dan seirama dengan pelarian kami, langit yang semula masih sore perlahan berubah jadi gelap seperti malam. Benar-benar situasi yang aneh dan lebih aneh lagi…..

Kenapa harus aku dan Dian yang mengalami ini?!!!!

Tak kami hiraukan perubahan suasana ini, dan tetap meneruskan langkah seribu menuju ujung jalan setapak ini.

Dan ku ucapkan syukur, akhirnya kami berhasil mencapai ujung jalan dan tepat seperti perkiraan Dian., aku melihat ada banyak rumah-rumah kecil, dengan pintu rumah yang terbuka dan terlihat cahaya lampu dari dalamnya.

Tapi kenapa tak ada seorang pun yang berkeliaran disini, apa mereka semua didalam rumah.
“coba rumah yang ini, Chie…”  ajak Dian kedalam satu rumah dengan dindingnya yang berwarna putih.

Aku tetap mengikutinya dibelakang. Berulang kali kami memberi salam dan memanggil sang tuan rumah namun tak ada satupun yang keluar dari dalam. 

Putus asa, kami mencoba rumah-rumah lainnya…

Kecewa…. Tak ada satupun orang yang keluar dari rumah. Apa ini termasuk aneh??? Ya, untukku.

“gimana nih, Di?? Gak ada satupun orang yang keluar, disini juga sepi banget lagi, mirip kota mati.”
“apa kita nyelonong aja kedalam, kali aja emang penghuninya lagi pada sibuk semua, jadi gak denger salam kita.”
“iya deh yuk…”

Akhirnya kami memaksakkan diri masuk kesalah satu rumah meskipun belum mendapat izin dari pemiliknya. Perlahan-lahan kami melangkah melewati ruang tamunya, kosong, tak ada siapapun disana. Tapi samar-samar aku mendengar suara-suara seperti bola yang ditayangkan oleh televisi.
“Di, lu denger suara-suara gak?? Kayak tivi gitu?”

Dian mengangguk membenarkan pernyataanku. Kami melanjutkan langkah kami keruangan berikutnya… dan benar terlihat sebuah televisi sedang menyala menayangkan siaran bola secara langsung.  Tak hanya itu, aku pun melihat sofa merah panjang disisi kiri tepat di sisi kami masuk. Terlihat seorang pria paruh baya tengah tertidur lelap.

Aku dan Dian saling menatap.


“bangunin gak?” bisikku

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 4-AN

“bangunin aja. Tapi pelan-pelan biar gak kaget.” Usul Dian
Aku pun menggoyang-goyangkan bahu pria paruh baya itu secara perlahan agar ia tidak kaget dan menganggap kami maling. 
Tapi……..

habis waktu 5 menit aku membangunkannya, tapi tak ada tanda-tanda ia akan membuka matanya atau merespon  suaraku. Apa ia benar-benar tidur?? Pikirku

Aku melihat kearah Dian yang lalu perhatian kami tertuju pada dua handphone diatas meja disisi kiri kami. 

Kami mundur menuju pintu masuk rumah.
“kayaknya gak ada tanda-tanda tu bapak-bapak bakalan bangun deh, Di..”
“iya ya, itu orang tidur begitu amat.”
“Di,lu punya pikiran yang sama gak ama gua???”
“tentang?”
“handphone diatas meja tadi.”
“mungkin… lu berniat mau minjem hp itu kan buat ngubungin nyokap bokap lu?”
“nyokap bokap kita…”
“ya maksud gua gitu… tapi kalo umpamanya tuh bapak bangun gimana?”
“ya kita tinggal jelasin kalo kita gak bermaksud ngapa-ngapain, cuman minjem.”
“aman gak?”
“kita gak bakal tahu, kalo gak nyoba Di.”

Dian terdiam sebentar, mungkin berpikir. 2 menit menunggu, akhirnya ia setuju. Kami kembali masuk kedalam rumah, sekali lagi kami membangunkannya namun tetap tak ada respon darinya.

Dengan sangat perlahan kami meraih dua handphone yang tergelatak diatas meja. Lalu dengan langkah layaknya mengendap-endap kami kembali keluar menuju teras rumah.
“kita gak punya banyak waktu, Chie. Kita mesti cepet jangan sampe tuh bapak bangun terus salah paham.”
“gua paham.”


Aku menekan tombol-tombol, belum selesai...

Tiba-tiba aku mendengar suara dari beberapa pria disamping rumah ini. Aku menengok sekilas, dan terlihat pria-pria paruh baya yang mengenakan pakaian seragam satpam. Aaarrghh, sial kenapa mesti sekarang kenapa gak dari tadi sih?!! Pikirku. Tampaknya Dian juga mengetahui hal ini dan belum sempat juga menelpon orangtuanya. Ia menyuruhku masuk kembali kedalam rumah. 

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 5-AN

Aku menekan tombol-tombol, belum selesai tiba-tiba aku mendengar suara dari beberapa pria disamping rumah ini. Aku menengok sekilas, dan terlihat pria-pria paruh baya yang mengenakan pakaian seragam satpam. Aaarrghh, sial kenapa mesti sekarang? kenapa gak dari tadi sih?!! Pikirku. Tampaknya Dian juga mengetahui hal ini dan belum sempat juga menelpon orangtuanya. Ia menyuruhku masuk kembali kedalam rumah.
“gimana? Terusin?” tanyaku dengan berbisik
“gak tahu. Apa kita taroh lagi ajah, terus tanya sama satpam didepan.” Menjawab dengan berbisik-bisik juga.
“tar kita dicurigain gak, abis masuk sini?”
“dari pada kayak gini, kayak maling.”
“HEEEEII!! SIAPA KALIAN? NGAPAIN KALIAN DIRUMAH SAYA !!!”

Sontak kami berdua terkaget-kaget mendengar hentakan keras itu… ternyata pria paruh baya yang sedaritadi tertidur disofa itu kini telah bangun dan berdiri tepat dibelakang kami dengan ekpresi wajah penuh curiga.
“pak jangan salah paham dulu pak, kami gak bermaksud jahat.. kami hanya mau menanyakan jalan didesa ini tapi bapak…..” aku berusaha menjelaskan.
“LHO, KENAPA KALIAN BERDUA MEMEGANG HANPHONE SAYA?!!!! KALIAN MALING YA!! PEREMPUAN TAPI MALING !” pria paruh baya itu memotong penjelasanku yang belum selesai.
“bukan begitu pak… bapak salah paham, kami sedang tersesat dan kami berusaha bertanya sama bapak tapi bapak sedang tertidur jadi satu-satunya jalan adalah mencoba menghubungi keluarga kami, tapi hendphone kami lowbat jadi kami pikir bisa meminjam sementara…..”
“APA?!! TERSESAT? PINJAM HANPHONE TANPA IZIN?!! HOOO JADI INI MODUS KEJAHATAN BARU YAAA….”
“pak tolong jangan salah paham, kami akan mengembalikannya kok pak. Kami belum sempat ngapa-ngapain. Sungguh !!!”
“YA IYALAH BELUM SEMPAT NGAPA-NGAPAIN, WONG KEPERGOK KOK…!!!” “MALING! MALING! MALING! MALING!” tiba-tiba pria paruh baya itu berteriak seolah kami benar-benar dianggapnya maling tanpa mendengar penjelasan ku terlebih dahulu.


Sepertinya menjelaskan segalanya pada pria ini tak akan menghasilkan apapun, justru hanya membuat kami menunggu untuk ditangkap aparat keamanan yang mengobrol disamping rumah tadi. Tanpa basa-basi lagi aku menarik lengan Dian menuju pintu keluar. Pria paruh baya itu mengikuti langkah kami sambil terus berteriak “MALING !”

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 6-AN

Aku tak menghiraukan jalan yang kulalui, dipikiranku sekarang hanyalah bagaimana caranya lari secepat-cepatnya dari tempat itu dan menyelamatkan jiwa ku dan Dian. Tak sadar aku menggenggam lengan Dian dengan sangat erat, mungkin karena aku sendiri pun merasa sangat ketakutan dengan situasi ini. 

Aku tak sempat melihat wajah Dian yang aku lihat hanyalah jalan yang ada didepanku. Sebisa mungkin mencari jalan-jalan sempit dan berliku agar tak tertangkap karena tuduhan yang tak kami lakukan. Samar-samar mulai terdengar soraian orang-orang berkata agar kami berhenti.

Kami terus berlari dan berlari menyusuri jalan yang terkadang menanjak dan menurun. Dalam hati aku terus berdoa semoga pelarian tak bersalah ini tidak berakhir dijalan yang buntu. Aku menoleh kebelakang sebentar, terlihat meskipun masih dalam jarak yang cukup jauh, massa mengejar kami dengan membawa api dan bambu-bambu runcing.
“Hahhhh, mereka pikir lagi ngejar penjajah apa??? Pake segala bambu runcing dibawa??!!” Kesalku dalam hati. Aku melihat ekspresi wajah Dian yang sudah sangat kelelahan. Aku tak peduli, tak ada waktu untuk berhenti kalau tidak ingin mati dihabisi massa karena tuduhan yang tak kami lakukan. Aku masih berlari secepat yang aku bisa sambil mengenggam lengannya, hingga tiba-tiba aku tertarik kebelakang.
“Chie, gua udah gak kuat Chie… capek..” Dia duduk tersungkur.
“jangan sekarang, Di… kalo kita berhenti kita bisa mati dihajar atau bahkan dibakar sama massa. Mereka udah dibelakang kita, Di… Ayo bangun !!” aku menarik lengannya untuk berdiri namun dia menolak.
“gua gak kuat Chie, gua capek. Mending lo selametin diri lo aja. Udah sana cepet lari !!!!”

Aku menatapnya. Bingung. Takut. Kasihan. Marah. Semua bercampur jadi satu. Aku melihat kearah belakang dan massa itu sudah hampir mendekati lokasi kami sambil mengacungkan obor dan bambu runcing.
“Di, lo gak mau berusaha lagi??”
“gua capek, chie… udah sana cepet pergi!”
Aku terdiam sebentar, membuat keputusan, sesekali aku melihat kerumunan massa yang semakin mendekat.
“sorry ya, Di… gua gak mau mati atas apa yang gak gua lakuin… sorry gua mesti pergi duluan. Kalo lu udah bisa lari lagi, cepet susul gue…. Seenggaknya berusahalah lari sejauh-jauhnya. Jangan mati disini !” Aku berucap lalu kembali berlari meninggalkan Dian, seorang yang sudah menjadi partner kerjaku, teman kampusku, dan sahabatku.

Aku berlari tanpa menoleh kebelakang lagi.

Memasuki gang-gang kecil….

Melewati jalan-jalan setapak yang dikelilingi rumput liat disisi kanan-kirinya.

Aku terus berlari hingga aku tak ingat lagi apakah aku masih terus bernafas, dadaku terasa sakit, dan tenggorokanku terasa sangat kering.

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 7-AN

Ditengah kondisi sengsara ini, keanehan kembali terjadi. Malam kini telah berganti siang. Matahari terasa sangat besar, panas dan seperti terletak diatas kepalaku.

“Ya ALLAH, apa yang sebenarnya sedang kau uji dari keadaan ku ini? Ampunilah dosa-dosaku ya Allah. Aku ingin pulang.” Ucapku dalam hati. Teringat kata pulang, aku belum sempat mengabari kedua orangtuaku. Mereka pasti sangat mengkhawatirkanku.

Aku berharap mereka segera lapor ke polisi. Sehingga aku bisa dilacak dan segera pulang dan meluruskan semuanya.

Ditengah harapanku itu, aku mendengar seperti derap sebuah langkah yang sedang berlari dibelakangku. Aku kembali panic, takut menguasai pikiran dan perasaanku. Jangan-jangan salah satu anggota massa yang mengejar kami tadi berhasil melacak jejak dan kini ia mengejarku di belakang.
“Ya ALLAH, tolong selamatkan lah aku, hambamu yang bodoh dan lemah ini.” gumamku
Aku memberanikan diri menoleh kebelakang,dan yang kulihat adalah…

DIAN !!!

Dian kembali berlari dan berhasil menyusulku, syukurlah, syukurlah !!!
“Dian, Alhamdulillah lu selamet…” aku menghentikan langkahku menanti kedatangannya
“seperti kata lo, gua gak mau mati karena kesalahahan yang enggak pernah gua lakuin. Kita harus tetep lari, Chie. Ayo jangan berhenti disini. Mereka masih dibelakang kita.”
Aku mengangguk dan melanjutkan pelarian ini dengan kembalinya sahabatku Dian.

Kami terus berlari hingga semua langkah ini memandu kami memasuki sebuah desa lagi. Tapi kali ini, desa yang kami lihat terlihat ramai. Nampaknya ini jam-jam sibuk para penduduk keluar dari rumahnya dan yang lebih mengejutkan lagi, para penduduk yang juga tengah berbincang-bincang itu menggunakan bahasa jawa yang sangat kental.
“Astaga, apa mungkin saat ini kami sedang berada di pemukiman didaerah Jawa?? Tidak mungkin ! tidak mungkin sampai sejauh ini… pasti ini masih di Jakarta. Di Jakarta juga masih banyak kok pemukiman penduduk yang mayoritas Jawa dan berbincang-bincang menggunakan bahasa Jawa, termasuk di daerah rumahku juga seperti itu.”  aku berusaha berpikir positif.

Ditengah usahaku untuk berpikir positif, tiba-tiba aku mendengar suara bisikan yang sangat halus. Sambil berlari, aku mempertajam kedua telingaku.
“jangan lewati jembatan itu… angker… angker”

Aku berusaha mendengarkannya lagi, untuk memastikan aku tidak melakukan kekeliruan

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 8-AN

“jangan lewati jembatan itu…. angker… angker…”
“Chie, itu ada ibu-ibu… kita tanya ibu itu nanya jalan tembus ke jalan raya…” seru Dian. Aku mengikuti langkahnya.
“Permisi, bu…” sambil terengah-engah Dian menghentikan langkah sang wanita paru baya itu.
“njeh, dek. Ada yang bisa ibu bantu???” sangat jelas terdengar dengan logat jawanya yang sangat kental.
“maaf bu, kami mengganggu sebentar. Ibu tahu gak jalan yang menuju jalan besar yang ada angkutan umumnya??”
“oh iya tahu dek. Kenapa adek mau kesana ya?”
“iya bu, kami mau kesana. Udah berkali-kali kami mencari jalan umum itu tapi selalu aja kembai ketempat yang sama. Ibu bisa tunjukkin jalannya gak bu? Dan kira-kira apa masih jauh dari sini??”

Waahh, Dian jago berbohong juga ternyata. Tapi kalo dipikir, akan jauh lebih baik kalau dia gak ngasih tahu situasi yang sebenarnya. Kalo sampai ibu ini tahu, kalo kami dikejar-kejar massa karena tuduhan mencuri, heuu bisa-bisa mereka malah membawa kami ke gerombolan massa itu.
“masih jauh banget, dek. Adek mesti lewati jembatan itu dulu…” sembari menunjuk ke arah jembatan yang berjarak 10 langkah didepan kami.
“Tapi…. bentar deh….. ngomong-ngomong soal jembatan, tadi kan suara-suara halus itu ngsih tahu kalau jembatannya gak beres… angker… apa jembatan yang dimaksud adalah jembatan yang akan kami lewati ini?? Ah, mudah-mudahan bukan…” aku kembali berpikir positif.

Aku berusaha dengan seksama mendengarkan instruksi ibu paruh baya itu.
“kalian bisa aja lewat situ, dan memang jalan paling deket menuju jalan raya yaa dengan melewati jembatan itu.”
“oh gitu ya, bu… jadi kami hanya harus mengikuti arah jembatan itu kan, bu?” tanya Dian untuk memastikan.
“iya… tapi..” ibu paruh baya itu terlihat enggan meneruskan omongannya.
“tapi kenapa, bu?” tanyaku penassaran.
“jembatan itu angker…”
“angker? Maskud ibu?” tanyaku lagi

“bukan hanya angker, tapi sangat angker dan sangat berbahaya.”

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 9-AN

“maksud ibu apa? Bisa tolong jelaskan dengan rinci?” tanya Dian dengan sangat hati-hati.
“yaaa, sebenarnya sudah menjadi rahasia umum didesa ini jika jembatan itu dikuasai kekuatan yang sangat jahat…”
“lalu???” dengan sangat penasaran aku bertanya
“banyak orang yang ingin melalui jembatan ini tiba-tiba menghilang ketika berada ditengah-tengahnya. Menurut para sesepuh, jembatan ini adalah jalur bertemunya para memedi atau makhluk halus. Jadi sebenarnya masyrakat disini sudah sangat melarang orang-orang untuk  melewatinya. Tapi, karena jembatan ini adalah satu-satunya fasilitas yang terdekat untuk menuju jalan besar jadi banyak dari mereka yang tetap nekat melewatinya meskipun resiko nasib malang menimpanya.”
“apa benar-benar tidak ada jalur akses yang lain, bu untuk bisa ke jalan besar?” tanya Dian
“ada, tapi itu akan memakan waktu seharian karena letaknya yang sangat jauh…”

Aku dan Dian saling menatap seolah menanyakan hal yang sama tentang “apakah ingin tetap melewatinya atau tidak?”
“sebentar ya, bu jangan pergi dulu… kami ingin berunding sebentar..” izin Dian
“ya ya silahkan…”

Kami menepi kesisi yang lain dan mulai bicara.
“gimana, menurut lu Di mau tetep lewat sini apa lewat jalan lain yang bakal makan waktu ampe malem lagi???”
“duh gua juga bingung abis pilihannya gak ada yang enak sih !!”
“gimana kalo kita coba dulu ajah lewat jembatan itu, biar bisa cepet pulang…”
“lu masih belum ngerti juga, Chie tentang apa yang dibilangin sama ibu tadi? Udah banyak orang yang hilang pas ditengah-tengah jembatan ! Lo mau nasib kita kayak gitu?? Jadi tumbal selanjutnya?”
“enggak sih, tapi kita kan punya agama. Kita jalan sambil berdo’a sama ALLAH. Kan lo tau sendiri makhlus halus paling takut sama do’a nya ALLAH.”
“tapi kita juga gak bisa ngesampingin orang-orang yang hilang juga, Chie..”

“ya mungkin, mereka pas lewat jembatan gak permisi dan berdo’a dulu kali jadi penunggunya marah. Lagian sebenarnya makhlus halus itu kan bisa dimana aja, gak cuma dijembatan ini doang. Dan lu kan juga percaya kalo iblis, setan, atau makhlus halus apapun takut sama Tuhan kita, ALLAH. Kalo kita takut berarti secara gak langsung kita ngeyakinin mereka itu sama hebatnya kayak ALLAH SWT. ”

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 10-AN

“gua tahu tapi apapun penjelasan lu, gua tetep aja takut sama yang namanya makhlus halus.”

“maaf, ibu memotong pembicaraan kalian.” Ibu paruh baya itu melangkah kearah kami.
“sebenarnya ada cara yang diyakini sesepuh kami agar bisa melewati jembatan dengan selamat, dan memang pernah ada beberapa orang yang selamat.” Lanjut ibu itu.
“benarkah, bu? Bagaimana caranya?”
“yang pasti ketika ingin melewati jembatan itu jangan sendirian sebisa mungkin bersama-sama orang lain. Selama perjalanan jangan lupa untuk terus berdo’a meminta perlindungan sama Tuhan kalian dan mengobrollah satu sama lain. Biasanya makhlus halus yang levelnya rendah tidak suka keramaian dan memilih menghindar.”
“hanya itu?” tanya ku
“belum. Selama perjalanan jangan sekali-kali menengok ke kanan dan kiri apalagi belakang, tetap fokus memandang kedepan kalau kalian tidak ingin melihat penampakan.’
“lalu ada lagi?”
“selama perjalanan, usahakan jangan sampai terpisah satu sama lain sampai diujung jembatan.”
“kalau terpisah?” tanyaku
“bersiaplah  menghilang seperti korban lainnya.”

Aku bergidik ngeri dan terasa bahwa semua bulu kudukku telah berdiri yang kemudian menyebabkan rasa gatal tak terkira.
“gimana, Chie? Mau tetep nekat?” tanya Dian berbisik ditelinga kananku.
“kita gak bisa lari lebih jauh lagi. Bisa-bisa kita malah ketangkep karena sudah terlalu lelah berlari.” Bisikku.

Aku melihat ada raut kekecawaan diwajahnya, namun aku tak peduli, aku ingin agar kami segera pergi dari kampung ini. Secepatnya !
“kalian sudah memutuskan?” tanya ibu paruh baya tersebut.
“Ya. kami akan tetap melewatinya.” Ujarku
“sepertinya kalian memang sangat terburu-buru,. Jika memang begitu, ayo kita ke jembatan.”
“ibu akan mengantar kami?”

“tidak… tentu saja tidak. Ibu hanya akan mengantar kalian dan mencarikan partner perjalanan kalian sebanyak-banyaknya agar bisa sampai tujuan dengan selamat.”

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 11-AN

“ohhh gitu, gak apa-apa deh bu. Kami juga sudah sangat terbantu sekali karena ibu sudah mau memberi petunjuk pada kami. Kami tidak tahu bagaiman caranya membalas kebaikan ibu.”
“tidak usah dipikirkan, lagipula sudah semestinya kita manusia sebagai makhluk hidup tertinggi didunia untuk saling membantu satu sama lain.”
“ya, terima kasih.” Ucapku lagi, Dian masih terdiam, nampaknya ia memang sangat takut sama yang namanya makhluk halus. Sebenarnya aku juga takut, tapi aku harus berani untuk meyakinkannya bahwa semua pasti baik-baik saja selama ALLAH masih bersama kami.

Akhirnya sampailah kami di ujung awal jembatan. Benar saja, apa yang dikatakan oleh ibu itu mengenai kekuatan jahat. Begitu aku sampai dihadapan jembatan ini, aku merasakan aura yang sangat jahat dan berat sekali untuk dirasakan oleh manusia. Samar-samar aku bisa melihat kabut hitam meskipun  jembatan nampak dikelilingin kabut putih tebal.

Aku melihat ada tiga orang paruh baya terdiri dari satu pria dan dua wanita yang nampaknya juga ingin melewati jembatan ini.
“mau lewat jembatan juga ya, bu?” tanya sang pria.
“oh tidak… bukan saya yang ingin lewat. Tapi adek-adek ini. Boleh saya titip mereka sama bapak buat jalan bareng.”
“oh ya ya tentu boleh. Lebih banyak orang lebih baik bu.” Kata pria itu sembari tersenyum ramah.
“Nah, kalian jangan lupa apa yang ibu saya pesankan tadi ya… jangan sampai melanggar salah satunya. Ya?”
“Iya, bu..” jawabku dan Dian bersama-sama
“ayo kita jalan sekarang, takut keburu sore lagi.” Ajak pria itu.
“kami berangkat bu, terima kasih.” Ucapku.
“iya, hati-hati ya.”

Kami berlima pun melangkah perlahan keatas jembatan. Tangan kirik menggenggam telapak tangan Dian agar tak terpencar, sedangkan tanganku yang satunya lagi menggenggam pakaian bagian belakang pria paruh baya yang memandu didepan.

Aku terus berdo’a, do’a apapun yang aku ingat dan aku bisa. Aku terus beristighfar, menyebut nama ALLAH dan memohon perlindungannya dari apapun yang buruk. Aku menajamkan kedua mata dan telingaku, was-was dengan keadaan sekitar. Dan aku ingat untuk tidak menoleh kemanapun kecuali kedepan jika tak ingin lenyap.  Sedikit sesak disini, mungkin karena tekanan udara yang tinggi karena kabut putih.

-bersambung- 

MY CREEPY GAJE DREAM PART 12-AN

Ditambah aura jahat yang semakin lama dapat aku rasakan membebani pundakku. Namun aku tetap foKus pada empat pekerjaan ku yaitu :
-      - Menggenggam tangan Dian
-      -   Menggenggam baju belakang pria didepanku
-      -   Menatap kedepan, dan
-      -   Terus berdo’a

Lalu ditengah kefokusan terhadap tugasku, entah datang darimana, kabut tebal menghantam kami dan ada perasaan ngilu pada kedua tanganku. Nampaknya makhluk-makhluk ini memulai aksinya untuk memisahkan kami. Aku mempererat genggamanku pada sahabatku dan baju pria didepanku, namun aku tak dapat melihat dengan jelas dengan apa yang ada didepanku karena kabut yang sangat tebal dan berat.

Kami terus berjalan, menghantam kumpulan kabut tebal.
Sungguh aneh ketika kadang aku melihat ada kabut hitam pekat lalu tertutupi lagi dengan kabut putih pekat seperti susu cair hanya saja kabut ini lebih puti seperti kapas.

“KYYYYAAAAARRRRRRRRRRRRRRGGHHHHHHHHHH !!!”

Terdengar lengkingan yang sangat panjang dari seorang wanita didepanku. Apa telah terjadi sesuatu yang buruk didepan? Tapi aku masih bisa merasakan pakaian yang aku genggam merangsek maju kedepan.
“KYAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRGGGGHHHHHHHHH !!!!”

Lengkingan wanita kembali terdengar, dan ini lebih keras. Lalu terasa ada yang mencoba melepaskan genggaman tanganku dari pakaian pria didepan yang masih memandu perjalanan. Aku berusaha agar jangan sampai terlepas, tapi aku merasa tanganku dipukuli oleh sesuatu yang berat. Sakit. Sangat menyakitkan.

“AAAARGGGHHHHHH !!!”

Kali ini kudengar asal suara bukanlah lengkingan seorang wanita melainkan teriakan seorang pria. Baju yang aku genggam terasa ditarik secara paksa, sedangkan tanganku masih saja dipukuli oleh sesuatu yang belum jelas.

Tak tahan tanganku menahan rasa sakit yang amat teramat ditambah lagi pria yang memandu perjalanan terus saja ditarik oleh sesuatu secara paksa, membuatku terlepas darinya. Tak ada lagi baju yang aku rasakan. Namun aku masih bisa merasakan tangan Dian belum terlepas dariku.

“Dian, lo masih disamping gua kan?!”
“iya.” Jawabnya lemah
“bertahan Di bertahan. Kita bakal keluar dari sini.”

Tak ada jawaban darinya.

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 13-AN

Kabut semakin tebal diikuti oleh angin kencang menghantam tempat kami berdiri. Rasanya seperti diserang oleh sesuatu yang tak terlihat. Ketiga orang paruh baya itu sudah tak terlihat lagi dan tak terdengar lagu suaranya. Perasaanku mengatakan telah terjadi sesuatu yang burukpada mereka.

Aku terus berpikir apa yang harus kami lakukan. Maju atau kembali. Kami tidak tahu apa yang ada didepan kami. Aku terus berdo’a meminta perindungan ALLAH SWT.  Hantaman angin terus menghantam wajahku dan tak sengaja aku menengok kebagian sisi kanan.

Astaga, aku melihat ada seorang wanita tertunduk lesu terikat disebuah ruangan yang terbuat dari bambu dan lebih mirip kandang kambing.

Tak ingin melihat pemandangan mengerikan lainnya, aku menarik tangan Dian dengan sekuat-kuatnya. Mundur kebelakang. Aku menutup mataku sambil terus berdo’a.

Berlari, berlari, berlari, dan terus berlari…

Hingga…………………………………………………………………………..

Alhamdulillah, aku berhasil mencapai ujung jembatan tempat awal kami berkumpul tadi. kulihat disana masih berdiri ibu paruh baya yang membantu kami. Aku sangat senang melihatnya lagi.

Aku menatap Dian yang terlihat sangat ketakutan.
“Dian, lo gak apa-apa kan?”
“gua gak mau lewat situ lagi !!! gua gak mau !!!” dengan nada shock luar biasa.
“enggak, kita gak akan lewat situ lagi. Gua janji. Sorry !”
“syukurlah kalian bisa selamat. Ibu melihat ada kekacuan didalam sana.”
“sangat kacau, bu.”
“tiga orang lagi kemana?”
“saya gak tahu bu. Bu, tolong tunjukkin jalan yang lain. jalan alternative lain.”
“Ya baiklah, lewat sini.” Ibu paruh baya itu kembali menunjukkan sebuah jalan kecil kepada kami.
“terima kasih banyak bu.”
“ya sama-sama. Hati-hati. Ikuti saja jalanannya. Hanya ada satu jalan.”

Aku dan Dian kembali melangkah menyusuri jalan kecil yang ditunjukkan oleh sang wanita paruh baya itu.
“jalannya serem amat ya, Chie. Apa cuma perasaan gua doang?” tanya Dian dengan nada suara agak gemetar.

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 14-AN

Yaa, memang tak salah jika jalanan yang kami lewati terasa agak mencekam. Suasana yang sepi ditambah pemandangan makam disisi kanan dan kiri kami menambah alasan yang membuat bulu kudukku kembali berdiri.
“mudah-mudahan gak ada apa-apa lagi deh. Bisa sampe jalan besar dengan selamet.” Ucapku.

Suasana yang tadinya cerah berangsur-angsur redup layaknya senja.
“waduh, jangan-jangan udah mau malem lagi nih ?!” tanyaku
“kita mesti cepet, Chie…”

Aku dan Dian kembali berlari, menyusuri jalan secepat yang kami bisa-- sebelum datangnya malam.
Kedua kakiku terasa sangat pegal, nafasku terasa sangat berat untuk mengambil oksigen ditambah kepala dan dadaku yang juga semakin terasa sakit dan nyeri. Mungkin ini adalah dampak karena kami terus melakukan pelarian sehari semalam.Tenggorokanku terasa sangat kering hingga terkadang ada rasa nyeri saat akan menelan ludah, ditambah perut yang juga mulai menunjukkan gejala lapar.

Ya ALLAH, sampai kapan kami melakukan pelarian ini.

Ujung jalan…

ya ujung jalan setapak ini mulai terlihat. Kami mempercepat langkah kami dan berhasil keluar dari jalanan kemudian dihadapan kami terlihat pemandangan rumah-rumah yang berjejer sangat rapi.

Kami melangkah perlahan mencari jalan selanjutnya. Namun sejauh yang kami lihat hanya sederetan rumah yang menempel satu sama lain. mataku mulai menyelidik.
“Chie, kita istirahat dulu yaa. Gua capek banget, Chie. Kalo kita lari lagi kayaknya gua bisa mati lemes.”
“ya udah lo istirahat dulu aja disini. Duduk disini. Gua juga ngerasa orang-orang yang ngejar tadi udah kehilangan jejak kita.”

Dian duduk tersungkur, sembari mengatur nafasnya, sesekali ia memejam-mejamkan kedua matanya.
“gua keliling sebentar ya, sambil cari jalan lain.” ucapku
“jangan lama-lama, cepet balik. Gua gak mau sendirian disini.”
“oke.”


Dengan perlahan, aku menyusuri jalanan tanah merah yang mengelilingi deretan rumah didepan dan disisi kiri kananku. Aku belum melihat sebuah jalanan untuk kami lewati selanjutnya, hingga….

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 15-AN

Aku melihat sebuah gang kecil yang dipepet dua rumah berukuran sedang. Jalanannya sedikit berbeda, jika disekeliling terlihat jalanan yang masih terlapisi tanah merah, tapi di gang kecil itu jalanannya terbuat dari aspal hitam.
“itu jalanan yang menuju jalan besar kali ya? Abis kok beda…” tanyaku.

Aku melangkah menuju dan memasuki gang kecil itu. sempit sekali. Jalanan ini hanya bisa dimasuki bergantian atau berjejer kebelakang, tak bisa berdampingan. Benar-benaramirip jalanan tikus, hanya saja ini versi untuk manusia.
Langkahku tak kuhentikan untuk tetap menyelidiki jalan kecil ini. Aku terus berjalan… jalan… dan terus berjalan kedepan…

Hingga tiba-tiba….

Terlihat seorang pria muda berdiri diujung gang, menatapku tajam. Aku menyangka ia akan mengahampiriku dan bertanya. Namun ternyata tidak…. 

Ia hanya berdiri diam terpaku memandangku dengan sinis. Terpancar raut wajah tidak suka atas kehadiranku.

Melihat hal ini,aku segera mundur. Ada perasaan takut ketika melihat pria itu dan aku pun kembali ke ujung gang tempat awal aku masuk.  Aku memandang sekeliling mungkin ada gang lain yang bisa aku masuki, namun nampaknya nihil.
Hanya ini satu-satunya gang kecil yang aku lihat.

Aku pun kembali ketempat Dian yang ia pun masih duduk tersungkur dengan ekspresi kelelahan yang belum lepas dari raut wajahnya.
“lu lama amat, Chie… gua kira’in lo bakal ninggalin gua lagi.”
“gua Cuma liat-liat jalan dan nemu satu gang, tapi… sepertinya ada aura yang tidak baik disana.”
“hemm.. Chie, gua haus.. lo gak liat ada sungai atau apa gitu? Atau lo bisa gak minta di rumah warga.”

Benar, saking fokusnya terhadap pencarian jalan, aku sampai lupa jika tenggorokanku juga sudah terasa sangat kering.
“gua gak liat ada mata air kayak sungai sih, tapi gua belom coba minta sama warga. Gua tanya dulu deh.”

Baru aku berbalik, tiba-tiba pria yang kulihat di ujung gang tadi sedang melangkah menuju tempat kami berdiri. Pandangan dan raut wajahnya tidak berubah, tetap sangat sinis.

Jangan-jangan… dia ingin melakukan sesuatu yang jahat kepada kami. Ya ALLAH… !


“itu ada orang, Chie…” kata Dian.

-bersambung-

MY CREEPY GAJE 16-AN

Prian itu semakin dekat… semakin dekat… dan dekat. 

Aku memberanikan diri untuk menghampirinya… 

Akhirnya kami pun saling berhadapan. Menatap satu sama lain

Aku terdiam, menunggunya bicara.
“kau punya uang?”
“uang? Untuk apa?”
“kau tadi sudah lancang memasuki gang yang aku jaga. Sekarang aku tanya, apa kau punya uang?”
Aku merogoh kantong celana dan menemukan dua koin 500-an.
“aku hanya punya ini.”
Pria itu mendengus mengejek, lalu ia kembali menatap sinis.
“dengarkan aku! Kau dilarang memasuki gang itu. kau hanya boleh masuk jika memiliki uang banyak yang harus kau bayarkan padaku. Mengerti?!”

Aku mengangguk perlahan.

“Ja-ngan co-ba co-ba ma-suk ke-sana ! kecuali punya uang.” Setelah memberi peringatan itu, ia pun berbalik meninggalkanku. Terlihat ia kembali kedalam gang tikus yang ku masuki tadi.

Aku kembali ketempat Dian.
“kenapa?”
“gak apa-apa. Dia cuma bilang kalo mau masuk ke gang yang gua masukin tadi itu harus bayar. ”
“astaga, coba’an apa lagi ini?!!”

Ditengah keresahan dan kebingungan, tiba-tiba kami dikejutkan sebuah suara.
“hei kalian lagi pada ngapain?”
Aku celingukan mencari-cari asal suara itu…
“diatas diatas..”

Ahhhh, aku melihatnya. Seorang pria yang sedang berdiri diatas rumah tingkat duanya dengan merunduk menatap kami.
“kalian ngapain?”
“maaf, kami hanya numpang beristirahat. Apa boleh??”
“ohh, ya tentu saja boleh.” Ujarnya dengan ramah.


Aku menghela nafas lega.

-bersambung-

MY CREEPY GAJE 17-AN

“apa kau membutuhkan sesuatu, sepertinya temanmu yang sedang terduduk itu sedang sangat kelelahan.”

Ah benar, kami butuh air ! 
“emm,boleh tidak kami minta dua gelas air putih? Kami sangat kehausan…”
“ya baiklah, tunggu sebentar ya.”
“terima kasih.”

Pria itu menghilang, dan samar-samar terdengar derap langkah dari dalam. Tak lama pintu dibelakang kami yang sedari tadi tertutup pun terbuka. Terlihat pria yang tadi ada diatas membawa dua gelas air  putih.
“ini, minumlah…”
“terima kasih.”
Dengan segera aku dan Dian menenggak habis minuman itu.
“Alhamdulillah… boleh kami minta lagi?” tanyaku.
“tentu saja… sebentar ya… oh ya, apa kalian mau sedikit camilan, nampaknya kalian juga kelaparan?”
“jika tak merepotkan, kami mau…” jawabku dengan setengah malu.
“ah tentu saja tidak merepotkan, selama kau tidak meminta makanan yang aneh-aneh. Hahaha… sebentar ya.”
“Alhamdulillah, Chie… kita masih bisa ketemu orang baik sekali lagi.” Ucap syukur Dian.
“iya… Alhamdulillah.”

Pria itu pun muncul lagi dari dalam rumah dengan membawa sebuah nampan berisikan dua gelas terisi air, sebuah teko air, dan sepiring camilan seperti keripik pisang.
“silahkan, dimakan… jangan sungkan-sungkan.”
“terima kasih… kami tidak akan sungkan.” Ucapku dengan tersenyum.
“sepertinya kalian bukan warga sini ya?” tanya pria itu
“memang bukan, kami tersesat hingga kesini saat tengah mencari jalan besar.”  Dian menjelaskan.
“ahhh, jalan besar ya? Kalian mau naik angkutan umum ya?”
“iya…”

“apa kakak tahu jalanan mana yang menuju kesana?” tanya Dian

-bersambung-

MY CREEPY GAJE DREAM PART 18-AN

“tau, lewat gang kecil yang ada diantara dua rumah itu…”
“emm, sebenarnya aku sudah kesana dan bertemu seorang pria yang agak … menyeramkan… dia mengatakan padaku, jika ingin lewat sana harus membayar sejumlah uang, sedangkan kami sudah kehilangan tas-tas kami.”
“malang sekali kalian, tenang saja aku tahu jalan yang lain kok. Tapi sebaiknya kalian melanjutkan perjalanan esok hari saja.”
“tapi… kami tak tahu tepat untuk beristirahat.”
“kalian bisa sementara beristirahat dirumah ku kok…”
“benarkah? Tapi, apakah kami tidak akan mengganggu penghuni rumah yang lain.”
“ah, tenang saja aku tinggal dirumah sendirian saja kok dan aku tidak merasa terganggu. Entahlah… aku hanya merasa kalian ini adalah wanita baik-baik…” ujar  pria itu dengan ramah.
“terima kasih, sudah percaya dan menolong kami.” Ucapku dan Dian
“tidak apa-apa, kita sesama manusia kan memang harus menolong. Masa’ kalah sama binatang yang nolong segolongannya dalam kelompok.”
Aku dan Dian tersenyum lega mendengar kata-kata yang menenangkan itu lagi.
“ayo, kalian masuklah… hari sudah mulai gelap…. Oh iya ngomong-ngomong nama kalian siapa?”
“namaku Miechie, ini Dian, sahabatku.”
“aku, Dian..”
“Hoo, Michie dan Dian… kenalkan aku Rafael.”

Kami bertiga melangkah masuk kedalam rumah. Terasa aura didalam rumah ini terasa hangat tapi tidak panas. Benar-benar membuat nyaman. Mungkin karena pemiliknya yang memiliki sifat ramah ini.
“anggap saja rumah sendiri, jangan sungkan-sungkan. Sekarang kita sudah seperti saudara.”
“terima kasih.” Ucapku dan Dian berbarengan
“nah ayo kutunjukkan kamar kalian.”

Kami menaiki anak tangga menuju lantai dua dan menyusuri teras atas. Kemudian  berhenti tepat didepan sebuah pintu.


“nah ini kamar kalian. Tidak keberatan kan kalo kalian berbagi kamar. Karena aku hanya punya dua kamar. Biasanya ruangan ini hanya kugunakan untuk menyetrika, dan menyimpan pakaian dilemari dalam.”