Ditengah
kondisi sengsara ini, keanehan kembali terjadi. Malam kini telah berganti
siang. Matahari terasa sangat besar, panas dan seperti terletak diatas
kepalaku.
“Ya
ALLAH, apa yang sebenarnya sedang kau uji dari keadaan ku ini? Ampunilah
dosa-dosaku ya Allah. Aku ingin pulang.” Ucapku dalam hati. Teringat kata
pulang, aku belum sempat mengabari kedua orangtuaku. Mereka pasti sangat
mengkhawatirkanku.
Aku
berharap mereka segera lapor ke polisi. Sehingga aku bisa dilacak dan segera
pulang dan meluruskan semuanya.
Ditengah
harapanku itu, aku mendengar seperti derap sebuah langkah yang sedang berlari
dibelakangku. Aku kembali panic, takut menguasai pikiran dan perasaanku.
Jangan-jangan salah satu anggota massa yang mengejar kami tadi berhasil melacak
jejak dan kini ia mengejarku di belakang.
“Ya
ALLAH, tolong selamatkan lah aku, hambamu yang bodoh dan lemah ini.” gumamku
Aku
memberanikan diri menoleh kebelakang,dan yang kulihat adalah…
DIAN !!!
Dian
kembali berlari dan berhasil menyusulku, syukurlah, syukurlah !!!
“Dian,
Alhamdulillah lu selamet…” aku menghentikan langkahku menanti kedatangannya
“seperti
kata lo, gua gak mau mati karena kesalahahan yang enggak pernah gua lakuin. Kita
harus tetep lari, Chie. Ayo jangan berhenti disini. Mereka masih dibelakang
kita.”
Aku
mengangguk dan melanjutkan pelarian ini dengan kembalinya sahabatku Dian.
Kami
terus berlari hingga semua langkah ini memandu kami memasuki sebuah desa lagi.
Tapi kali ini, desa yang kami lihat terlihat ramai. Nampaknya ini jam-jam sibuk
para penduduk keluar dari rumahnya dan yang lebih mengejutkan lagi, para penduduk yang juga
tengah berbincang-bincang itu menggunakan bahasa jawa yang sangat kental.
“Astaga,
apa mungkin saat ini kami sedang berada di pemukiman didaerah Jawa?? Tidak
mungkin ! tidak mungkin sampai sejauh ini… pasti ini masih di Jakarta. Di
Jakarta juga masih banyak kok pemukiman penduduk yang mayoritas Jawa dan
berbincang-bincang menggunakan bahasa Jawa, termasuk di daerah rumahku juga
seperti itu.” aku berusaha berpikir
positif.
Ditengah
usahaku untuk berpikir positif, tiba-tiba aku mendengar suara bisikan yang
sangat halus. Sambil berlari, aku mempertajam kedua telingaku.
“jangan
lewati jembatan itu… angker… angker”
Aku
berusaha mendengarkannya lagi, untuk memastikan aku tidak melakukan kekeliruan
-bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar