Kabut
semakin tebal diikuti oleh angin kencang menghantam tempat kami berdiri.
Rasanya seperti diserang oleh sesuatu yang tak terlihat. Ketiga orang paruh
baya itu sudah tak terlihat lagi dan tak terdengar lagu suaranya. Perasaanku mengatakan
telah terjadi sesuatu yang burukpada mereka.
Aku terus
berpikir apa yang harus kami lakukan. Maju atau kembali. Kami tidak tahu apa
yang ada didepan kami. Aku terus berdo’a meminta perindungan ALLAH SWT. Hantaman angin terus menghantam wajahku dan
tak sengaja aku menengok kebagian sisi kanan.
Astaga,
aku melihat ada seorang wanita tertunduk lesu terikat disebuah ruangan yang terbuat
dari bambu dan lebih mirip kandang kambing.
Tak ingin
melihat pemandangan mengerikan lainnya, aku menarik tangan Dian dengan sekuat-kuatnya. Mundur
kebelakang. Aku menutup mataku sambil terus berdo’a.
Berlari,
berlari, berlari, dan terus berlari…
Hingga…………………………………………………………………………..
Alhamdulillah,
aku berhasil mencapai ujung jembatan tempat awal kami berkumpul tadi. kulihat
disana masih berdiri ibu paruh baya yang membantu kami. Aku sangat senang
melihatnya lagi.
Aku
menatap Dian yang terlihat sangat ketakutan.
“Dian, lo
gak apa-apa kan?”
“gua gak
mau lewat situ lagi !!! gua gak mau !!!” dengan nada shock luar biasa.
“enggak,
kita gak akan lewat situ lagi. Gua janji. Sorry !”
“syukurlah
kalian bisa selamat. Ibu melihat ada kekacuan didalam sana.”
“sangat
kacau, bu.”
“tiga
orang lagi kemana?”
“saya gak
tahu bu. Bu, tolong tunjukkin jalan yang lain. jalan alternative lain.”
“Ya
baiklah, lewat sini.” Ibu paruh baya itu kembali menunjukkan sebuah jalan kecil
kepada kami.
“terima
kasih banyak bu.”
“ya
sama-sama. Hati-hati. Ikuti saja jalanannya. Hanya ada satu jalan.”
Aku dan
Dian kembali melangkah menyusuri jalan kecil yang ditunjukkan oleh sang wanita
paruh baya itu.
“jalannya
serem amat ya, Chie. Apa cuma perasaan gua doang?” tanya Dian dengan nada suara
agak gemetar.
-bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar